Monday, October 1, 2007

I'm not a supermom, though I wish I could be one...

Mulai Term 2 ini, Daffa mendapat mata pelajaran baru di sekolah: Bahasa Mandarin. Bu gurunya didatangkan dari luar sekolah. Hari pertama kemarin, saya dilaporin sama Miss Detty, kalau Daffa adalah satu dari dua anak di kelasnya yang berhasil mengucapkan one full sentence: My name is Daffa... He he he, anakku !

Ketika saya jemput pulang sekolah, saya ceritakan pada Daffa perihal conversation saya dg Miss Dety. Trus untuk sekedar membuktikan kebenarannya, saya tes Daffa.

'Could you tell me how to say: My name is Daffa in Mandarin?'

'Hmmmm, I don't know, Mama. Forget...'

Karena saya penasaran, saya desak terus si Abang. Ehh... ujung2nya malah nangis.. Halah, ini dia, saya jadi ketawa sendiri. Kayaknya saya ini sudah berubah jadi emak2 yang suka being too proud of her children. Yang kadang sampai bikin anak2nya merasa tidak nyaman.

Ketika Daffa masih kecil dulu, saya masih ingat pernah berbincang2 dg papanya ttg masalah ini. Percakapan itu terinspirasi setelah melihat ada salah seorang kerabat kami yang suka sekali membicarakan ttg anaknya pada orang lain. Bahkan di depan anak tersebut. Yang kami lihat, kadang anak itu marah dan merasa tidak nyaman dan menyuruh mamanya untuk berhenti bicara.

Well, mungkin mamanya masih melihat si anak bukan sebagai 'seseorang' yang sudah punya ego dan pemikiran sendiri. Mungkin mamanya masih melihat dia sebagai 'bayi yang baru kemarin aku lahirkan'. Wajar sekali pikiran itu tidak hilang dari seorang ibu. Wong memang kalau melihat anak2 tumbuh besar sekarang ini, saya masih suka sering takjub: "Daffa ini kan dulu waktu lahir begini...begitu.... Kok sekarang sudah sebesar ini ya?" Serasa nggak percaya gitu, time runs so fast. Kalau sudah begitu, saya benar-benar mensyukuri keputusan saya untuk berhenti bekerja.

Sering kadang saya berpikir, bahwa saya 'kehilangan' masa kecil Daffa. Waktu itu saya masih bekerja dengan jadwal kerja yang cukup ajaib (jadi kuli enjiner, ). Daffa benar-benar yang diasuh hanya oleh pembantu di rumah. Bahkan, kadang-kadang kalau saya harus bepergian ke luar negeri dan hubby (dgn jadwal kerja yang lebih ajaib lagi) juga kebetulan tidak libur, Daffa saya kirim pulang untuk dititipkan pada nenek dan eyangnya. Saking tidak dekatnya saya dengan anak saya pada waktu itu, kalau anak itu sakit, dia lebih memilih untuk digendong pembantu dari pada saya gendong. Sediiihhhh banget....

Ketika saya punya bayi lagi. kami memutuskan saya harus berhenti bekerja. Semenjak itulah saya benar-benar baru menyadari, bahwa ternyata punya bayi itu menyenangkan sekali. Spending time with children, especially our own, gives me wonderful feeling. Baru ketika itulah saya menyadari bahwa saya 'kehilangan' masa kecil Daffa dulu.

Hmmm.... memang, kalau saya tidak pernah berhenti bekerja, saya juga tidak akan menyadari bahwa saya kehilangan. Wong saya juga tidak pernah merasa memiliki kok. Kadang saya berpikir, rugi sekali saya merasakan kesenangan punya anak kecil cuman sekali, padahal anak saya dua. Tapi di lain waktu saya berpikir pula, untung saya memutuskan untuk quit dari pekerjaan, jadi paling enggak saya tidak kehilangan momen berharga yang sudah saya lewatkan sekali.

Well, banyak ibu-ibu bekerja lain yang juga tetap dekat dengan anaknya. Perhaps they are stronger than me. Yang jelas pada waktu itu, saya bukan ibu yang baik karena tdk bisa melapaskan diri dari pekerjaan ketika saya dirumah, dan sekaligus juga bukan pekerja yang baik karena jelas saya tidak bisa berhenti memikirkan anak-anak saya...

No comments: