Wednesday, April 30, 2008

Menghitung hari

Menghitung hari
Detik demi detik
Masa ku nanti apa kan ada
Jalan cerita kisah yang panjang
Menghitung hari...

He he he.... saya sedang menghitung hari nih. Counting down, day by day. Dan semakin dekat harinya, semakin deg-degan.

Yak, saya mau pulkam ke Endonesah tertjintah bersama dua koboi kecil saya. Si Papa ditinggal disini, soalnya gak dikasih libur sama Pak Boss (lha emang nggak minta sih). Lagi pula pekerjaan menumpuk, menunggu untuk ‘disentuh’.

Pertanyaan banyak orang: apa sanggup membawa dua koboi ini melintasi jarak yang hampir 8000 km dengan waktu tempuh hampir 24 jam untuk sampai di rumah?

Jaman dulu, waktu saya masih sering travelling lintas negara lintas benua, saya pernah berbarengan satu pesawat dengan seorang ibu muda yang membawa dua anak balitanya, dari Jakarta ke Amsterdam. Hebatnya lagi, si ibu itu tidak ditemani siapapun juga kecuali kedua anaknya. Saya masih ingat jelas, betapa terkagum2nya saya. Si kecil digendong didepan dengan gendongan ransel, sementara si besar di dudukkan di dalam strollernya. Sementara sebuah backpack tersandang dipunggungnya. Dalam hati saya bilang: “that’s what I called supermom”.

Banyak yang bilang saya adalah supermom ketika masih jadi tukang insinyur dulu. Tapi bagi saya, ibu muda itulah the real supermom. Jadi, semenjak itu, saya selalu membayangkan bahwa saya sendirian bepergian dengan membawa kedua anak balita saya.

Hubby sempat terbengong tidak percaya dengan ide saya pulang ke Indonesia tanpa ditemani. Terbayang bandara Dubai Intl yang begitu penuh orang dan padat. Masih teringat ulah dua koboi kami ketika berangkat kemarin yang menelusup2 diantara antrian sebegitu banyak orang. Belum lagi, masih harus pindah pesawat. Trus nanti kalo yang satu minta diantar ke toilet sementara yang lain tidak mau ditinggal?

Dan saya jawab: Itulah tantangannya....

Tuesday, April 29, 2008

Mengurangi jumlah abjad pada bahasa Indonesia

Abjad yang digunakan di dalam bahasa Indonesia berjumlah 26. Ke-26 abjad tersebut rasanya masih terlalu banyak, dan lagipula ada beberapa abjad yang jarang sekali digunakan.Oleh karena itu mari kita sederhanakan abjad-abjad tersebut dan menyesuaikan dengan kata-kata yang kita gunakan.

Pertama-tama, huruf X, kita ganti dengan gabungan huruf K dan S.
Kebetulan hampir tidak ada kata dalam bahasa Indonesia asli yang menggunakan huruf ini, kebanyakan merupakan kata serapan dari bahasa asing. Misalnya taxi menjadi taksi, maximal menjadi maksimal, dst.

Selanjutnya, huruf Q kita ganti dengan KW. Serupa dengan X, kata2 yang mengunakan huruf ini juga sangat sedikit sekali.

Berikutnya, huruf Z. Huruf Z kita ganti menjadi C. Tidak ada alasan kuat tentang hal ini.

Huruf Y diganti dengan I. Hal ini dilakukan sebab bunii huruf tersebut mirip dengan I.
Kemudian huruf F dan V keduania diganti menjadi P. Pada lepel ini masih belum terjadi perubahan iang signipikan.

Hurup W kemudian diganti menjadi hurup U. Berarti sampai saat ini kita sudah mengeliminasi 7 hurup.

Hurup iang bisa kita eliminasi lagi adalah R, mengingat baniak orang iang kesulitan meniebutkan hurup tersebut. R kita ganti dengan L.

Selanjutnia, gabungan hulup KH diganti menjadi H.

Iang paling belpengaluh adalah hulup S iang diganti menjadi C.

Hulup G juga diganti menjadi K.

Dan hulup J juga diganti menjadi C.

Caia laca cudah cukup untuk hulup-hulup konconannia. Cekalank kita kanti hulup pokalnia.

Cuma ada limahulup pokal, A, I , U, E, O.

Kita akan eliminaci dua hulup pokal. Hulup I mencadi dua hulup E iaitu EE.

Cementala hulup U mencadee dua hulup O iaitoo OO.

Cadi, campe cekalank, keeta belhaceel menkulangee hooloop-hooloop keeta.

Kalaoo keeta tooleeckan lagee, hooloop-hooloop eeang telceeca adalah:

A, B, C, D, E, H, K, L, M, N, O, P, T.

Haneea ada 12 belac hooloop!! Looal beeaca bookan?? Padahal cebeloomneea keeta pooneea 26 hooloop.

Eenee adalah penemooan eeang cankat penteenk dan cikneepeekan! !

Co, ceelahkan keeleemkan tooleecan anda denkan menkkoonakan dooa belac hooloop telceboot.

Calam,

sumber : salah satu posting di milis Kapal ITS

Saturday, April 26, 2008

Besok gede mau jadi apa...(Part 1)

Susan...Susan...Susan...

Besok gede mau jadi apa....

Aku kepengen pinter....

biar jadi dokter...

kalau kamu jadi dokter...

kamu mau apa...

aku kepengen suntik orang lewat...

Mungkin masih ada yang ingat, cuplikan diatas adalah sepenggal syair lagu yang dinyanyikan oleh Ria Enes dan bonekanya: Susan, awal tahun 90-an dulu.

Waktu itu saya sudah duduk di kelas 3 SMP. Sudah bisa memprotes pandangan umum ttg korelasi kalimat yang tersirat didalam lagu tersebut: kalau jadi dokter berarti pintar; yang apabila dicari kalimat ingkar-nya menjadi: tidak menjadi dokter berarti tidak pintar...

Jaman saya masih TK dulu (sampai mungkin kelas 3 SD), 95% anak2 kecil teman sebaya saya, kalau ditanya orang ttg apa cita-cita kalau besar nanti pasti jawaban yang keluar adalah: mau jadi dokter ! Heran deh, kok bisa kompak seperti itu. Apakah karena profesi dokter adalah profesi yang benar-benar populer dikalangan kanak-kanak (mungkin karena seringnya mereka sakit dan dibawa kedokter), ataukah karena brainwash para orang tua kepada anak-anaknya.

Kemungkinan pertama rasanya tidak terlalu tepat. Mengingat saya melewatkan masa kecil saya di sebuah kota kecil di awal thn 80-an, dimana kesadaran orang tua membawa anaknya yang sakit ke dokter masih belum begitu tinggi. Apalagi kalau ‘cuman’ sekedar sakit batuk pilek, biasanya akan diobati sendiri dengan menggunakan ramuan tradisional: jeruk nipis+kecap, atau makan rimpang kencur (Kaempferia galanga L.). Atau membeli obat yang dijual bebas di warung.

Jadi, kemungkinan kedua-kah penyebabnya?

Hmmm.... saya (pada waktu itu) juga termasuk anak2 yang spontan akan menjawab: mau jadi dokter, ketika seseorang menanyakan cita-cita saya. Padahal, orang tua saya tidak pernah sekalipun mendikte mau jadi apa anak-anaknya kelak. Pesan orang tua yang selalu digemakan setiap hari hanyalah: jadilah anak pintar ! Orangtua kalian tidak bisa meninggalkan harta benda yang berarti, hanya ilmu yang bisa dibekalkan sebagai alat kalian merubah nasib menjadi lebih baik...

Saya malah masih ingat, terkadang rasan-rasan dengan (alm.) bapak saya: kapan ya saya bisa ke Amerika... Dan jawaban bapak saya selalu sama: mulakno sekolaho sing pinter ben iso tekan Amerika.... (makanya sekolahlah yang pinter biar bisa sampai Amerika...). Dan ketika betul saya bisa sampai Amerika, rasanya jawaban Bapak tersebut terus terngiang di dalam kepala.

Anyway, balik lagi ke masalah cita-cita massal anak-anak sebaya saya pd era thn 80-an yang ingin jadi dokter. Mungkin penyebabnya adalah latah semata. Soalnya, dunia profesi ‘keren’ yang dikenal hanyalah dokter. Jadi, lepas dari benar-benar ada keinginan untuk jadi dokter atau tidak, daripada repot mikir kalo ditanya mendingan ngikut aja jawaban teman2 yang lain. Toh jadi dokter jelas terdengar keren.

Trus kenapa sekarang saya meributkan masalah cita-cita anak-anak pada jaman saya dulu yang (hampir) semua ingin jadi dokter?

Karena sekarang saya punya anak. Dan tentu saja, seperti (hampir) semua orang tua di alam semesta ini, menginginkan anaknya menjadi ‘seseorang yang berarti’ di kemudian hari.

(to be continued)

Wednesday, April 23, 2008

Utara atau Selatan?

Komentar seorang teman saya yang tidak dibesarkan dalam budaya Jawa. Kenapa orang Jawa selalu menggunakan arah mata angin sebagai penunjuk arah. "Jalan saja ke Utara kurang lebih 200 m, lalu belok ke Barat..." Kenapa tidak menyederhanakan masalah dengan menggunakan kanan dan kiri sebagai referensi?

Entahlah, saya juga tidak tahu sebabnya. Yang saya tahu, saya juga tertempel kebiasaan serupa. Bahkan LCD display di dashboard mobil saya di Indonesia (dulu), selalu saya setel sebagai kompas digital. Supaya saya selalu 'sadar-arah' dan tidak bingung.

Atau mungkin karena di kampung halaman, saya selalu dikelilingi oleh fenomena2 alam yang bisa dijadikan patokan arah. Kalau saya di Jogja, ada G. Merapi yang selalu berada di Utara saya. Kalau di Temanggung, G. Sumbing tidak pernah bergeser dari arah Selatan saya. Kalau saya di kampung mertua, ada juga sebuah gunung (entah gunung apa itu) di arah selatan kampung.

Tadi siang, ada orang ORBIT (salah satu TV channel provider di Kuwait) menelepon untuk menanyakan letak gedung tempat saya tinggal. Mereka datang karena keluhan kami ttg buruknya signal yang tertangkap receiver kami dalam 3 hari terakhir ini. Saya tergagap-gagap demi mendengar pertanyaannya. Maklumlah, yang selama ini jadi jubir penunjuk arah untuk para pengunjung adalah hubby. Tapi untung, saya menyimpan secarik kertas berisi alamat tempat tinggal kami, in case saya tersesat dan harus melapor ke kantor polisi (he he he...). Jadi, saya bacakan saja alamat itu kepada si penelepon.

Tapi rupanya, alamat surat tidak terlalu mudah untuk dilacak keberadaannya secara fisik. Padahal menurut saya, tata kota di Kuwait ini jauh lebih bagus dibandingkan dengan kampung halaman saya, yang jumlah rumah dengan nomer 351 bisa sampai 4 bijih !

Jadi, si penelepon masih mengejar saya dengan pertanyaan: "Where to be precisely is building no 123 ?"

Walah....

Terpaksa deh, saya kerahkan seluruh ingatan ttg landmark dekat2 rumah yang biasa kami lalui ketika pulang dari atau berangkat ke suatu tempat. Dan diujung pembicaraan telepon tersebut, saya ingat mengatakan sebagai berikut:

"...after Indian Store, you turn left and will see a fish store. From the fish store, go east until you find NTBC building. My building is southward this NTBC building..."

Penelepon saya terdiam beberapa jenak. Dan itu membuat saya sadar, kalau penelepon saya bingung dengan cara saya menunjukkan tempat dengan melibatkan arah utara, selatan dan teman-temannya.

Akhirnya si penelepon dengan nada agak putus asa menyarankan saya untuk melongok ke jendela, siapa tahu saya bisa melihat posisi mereka...

He he he... ya maaf lah, Bapak... Kebiasaan dari kampung memang sulit untuk dihilangkan.

Presentasi ttg Oil Industry di KBRI

Hari Jum'at kemarin ada acara kumpul2 di KBRI. Acara formalnya sih seminar dalam rangka memperkenalkan seluk beluk ttg Oil Industry kepada komunitas non-oil.

Hubby sebenarnya tidak terlalu ingin berangkat, mengingat hari Jum'at sore adalah jadwal Abang untuk ke TPA. Tapi, berhubung Fitri pagi-pagi kirim text-message menginformasikan bahwa pengajian dan TPA libur (dan kata Mas Muchtar ternyata gag libur loh Fit...) ya sudah, off we went lah....

Buat kami, yang dituju sih sebenarnya jajanannya. Kata Mas Jaka (suami Fitri nih), salah satu yang asik dari KBRI itu jajanan khas Indonesia yang sering dijual disana. Nah, karena itu hari Jum'at, kami sudah memprediksi KBRI bakal tutup. Tapi kan yang namanya seminar, pastilah dikasih snack. Lha, itunya yang kami cari.....

Lihat nih, pose Abang waktu presentasi ttg Petro Kimia. Oke banget gak sih... Kelihatan pinter kayak emaknya gitu... hua ha ha.... (hush ! Protes bayar...!!)

Sunday, April 20, 2008

Selamat Ulang Tahun, Ibu Kita Kartini...

Raden Ajeng (Adjeng) Kartini or, more accurately, Raden Ayu (Ajoe) Kartini, (April 21, 1879September 17, 1904), was a prominent Javanese and an Indonesian national heroine.

Ayuh...ayuh... siapa mau upacara pake kebaya?

Thursday, April 17, 2008

Sepatu ...oh, sepatu...

Saya selalu bermasalah dalam memilih sepatu. Bukan masalah modelnya. Masalah model itu sudah pada tahap advance pencarian sebuah sepatu. Masalah saya ini masih basic banget. Ukuran !

Yup, ukuran sepatu. Well, dengan sedikit malu-malu saya akan mengaku kalau ukuran kaki saya ini agak sedikit outstanding dibandingkan orang2 normal lainnya. Dulu waktu saya masih kecil sampai remaja, tidak terlalu merisaukan hal itu. Karena saya selalu masih bisa memilih sepatu laki-laki yang jelas menyediakan ukuran besar. Pun ketika saya bekerja, kebetulan sekali saya melakukan pekerjaan yang 'tidak mewanita', jadi tidak membutuhkan sepatu feminin.

Sekarang, ketika saya benar2 jadi wanita rumahan yang berkegiatan seputar hal-hal yang 'mewanita' masalah itu jadi semakin terasa. Repot kalau mau pergi ke resepsi atau undangan formal lain. Masa sih, atas pake kebaya atau rok bagus, bawahnya pake sepatu kets?

Nah, ketika saya dan hubby memutuskan untuk hijrah ke Middle East ini, saya agak sedikit berpengharapan dalam hal persepatuan ini. Kan konon kabarnya, segala sesuatu yang menyangkut Arabian berasosiasi dengan ukuran besar. Boleh dong saya berharap bakal menemukan sepatu feminin berukuran extra besar disini.

Tapina...

Sudah berapa toko sepatu kami datangi, permasalahan yang sama masih tetap saja ada. Memang mereka menyediakan sepatu ukuran extra besar, tapi selalu out of stock alias sudah keduluan diambil orang.

Jadi, sama aja sami mawon dong ending ceritanya....

Wednesday, April 16, 2008

Working Moms, sebuah fenomena...

Pagi ini pikiran saya tidak bisa lepas pada topik yang sedang hangat dibahas di milis alumni almamater suami saya (Kapal ITS). Sebuah hal sederhana yang kebetulan pernah saya alami sendiri, ttg ibu bekerja dan bagaimana nasib anak-anak yang ditinggalkan dirumah.

Permasalahan diangkat oleh seorang teman yang sedang kebingungan. Dia dan istrinya bekerja di luar rumah di Jakarta (bisa dibayangkanlah, jam kerja dan jam perjalanan rmh-kantor pp di Jakarta). Nah, dia meminta saran ttg mana yang lebih baik dilakukan untuk menjaga anaknya dirumah.

Berikut saya cuplikkan beberapa respons yang amat menarik. Identitas narasumber saya hilangkan demi menjaga privatisasi. Dan juga, saya bahasa Indonesiakan beberapa istilah tanpa mengubah makna (maklum, yang ngobrol arek Suroboyoan, jadi lebih komunikatif kalo berbahasa nge-ludruk.. he he he).

....saya pribadi meminta bantuan 'asisten' untuk mengurus anak dan RT sampai ibunya pulang kerja...
untuk itu sering-sering saya telp juga ke rumah...agar komunikasi tetep lancar dan harmonis.... jadi anak kita nggak merasa jauh dari orang tua kandungnya...

...sekarang susah banget cari asisten yang baik, dan mau menjaga anak sepenuh hati.. Tetep saja ibunya gak bisa di gantikan sama asisten yang di maksud, malah saya ada pengalaman tetangga saya, anaknya malah sayang banget sama asisten ketimbang mamanya... Kalau asisten itu pulang kampung, si anak malah jadi sakit. Dilain pihak kalau kita dapet asisten yang kurang baik, maka sifat-sifat si asisten akan di tiru sama anak, karena bagaimanapun juga sepanjang siang hari si anak di jaganya, sedangkan si ibu baru pulang sore hari pulang kerja...

Kalau ngandalin orang tua/mertua, sampai kapan..? Pasti suatu saat hari dimana orang tua/mertua gak bisa menolong lagi.... Dan semua harus di lakukan sendiri oleh keluarga kita..

....cara nyiasatinya, si ibu aktif ngawasi kerja baby sitternya.
Sehari meskipun dia dari kantor, dia telpon ke rumah bisa tiga sampai empat kali buat nanyain anaknya or ngobrol di telpon ma anaknya. Emang bukan cara yg efektif, tapi paling tidak itu bentuk kepedulian ibu.

Nyari baby sitternya juga ke yayasan penyalur tenaga kerja. Dites dulu sebelum diterima. Trus kalo hari libur kedua ortu bener2 full dirumah ngurus anaknya. Itu tebusan buat hari Senin-Jumat mereka yg hilang di kantor. Sampai sekarang sih
pertumbuhan anaknya baik2 aja tuh. Kata orang sih, yg ditekankan ngurus anak itu kualitasnya bukan kuantitas ketemunya.

....hanya di sini ada pandangan kualitas lebih penting dari kuantitas.....
Jadi nanti kalo si anak sudah besar maka akan kurang lebih (mungkin) begini: Ngurusin orang tua itu cukup dari Singapore (mungkin kerjanya di Singapore nantinya...) cukup di cek/ditelpon ke pembantu dirumah (yang menemani orang tua karena orang tua tinggal 1 ibu/bapak ) apakah ortunya sehat. Kalo agak sakit ya tinggal suruh pembantu mengantar ke rumah sakit trus telfon rumah sakit apakah sakit tuanya kritis atau tidak. Jadi nggak perlu buru-buru pulang nengok ke kampung halaman karena harus bekerja dan menjaga karier.
Dan kembali ke ajaran ortunya juga, yang mengatakan kunjungan, menemani dan sebagainya tidak penting. Pertemuan atau kunjungan cukup 2 tahun sekali ... karena kualitas kunjungan yang penting bukan kuantitasnya......

....sebagai anak yg dulu ibu bapak kerja, kadang merasa iri juga dg yang ibunya ada dirumah. Ada pembantu waktu itu tapi gak bisa ditanyain PR, sukanya dengerin sandiwara radio mulu kadang2 nyanyi-nyanyi mulu. Kalau anak masih bayi belum ngerti apa2 masih mending kebutuhannya hanya makan tidur, saat anak mulai usia sekolah trs suka tanya2 kalo pembantunya pendidikannya minim jawaban yg didapat anak pasti bisa dibayangin, belum lg soal tayangan TV apa bisa ortu bisa kontrol sampai segitu detail?

...ada penitipan anak dengan banyak nanny2 berpengalaman. Nanny itu memposisikan dirinya bukan sebagai saingan ibu asli. Disitu si anak belajar bersosial. Si nanny mengajarkan banyak hal dari mulai agama sampai kehidupan social dalam takaran anak. Nanny juga menjelaskan dgn caranya bahwa ortu nya kerja untuk si anak, unt kebahagian si anak, ortu sayang kepada anak makanya ortu kerja. Kalo sabtu minggu mereka sekeluarga meluangkan waktu pergi bersama. Tiap malam masih bisa makan malam bareng. Itu lah saat anak-ortu berinteraksi....

Begitulah yang saya baca. Amat sangat menarik dan menggelitik. Saya sendiri dulu adalah ibu bekerja dengan 2 anak balita dirumah. Saat itu everything looked ok. Tapi apakah benar-benar oke?

Tidak. Saya tidak oke. Saya menderita. Karena saya merasa bersalah meninggalkan anak saya dirumah, untuk mengejar sesuatu yang (menurut saya pribadi) sebetulnya tidak terlalu penting. Ironis sekali ketika saya berpikir: saya bersekolah tinggi, banyak membaca buku bagus, banyak bergaul dg orang pintar, tapi anak saya diasuh oleh orang yang hanya sekedar lulus pendidikan menengah.

Saya produk rumah tangga dengan kedua ortu bekerja. Tuntutan ekonomi keluarga kami waktu itu memang mengharuskan kedua orang tua saya untuk bekerja di luar rumah. Saya dan kedua saudara kandung saya diasuh oleh pembantu. Saya bahagia. Adalah tidak benar kalau dibilang saya tidak mempunyai masa kecil yang menyenangkan. Tapi, yang terjadi adalah, saya tidak mempunyai ikatan yang erat dengan kedua ortu saya. Jelas kami saling menyayangi satu sama lain. Tapi hanyalah tidak dekat.

Dengan bercermin pengalaman saya sendiri, saya ingin segala sesuatunya menjadi lebih baik bagi saya dan anak-anak saya.

Ibu bekerja jelas bukan sesuatu yang salah. Apalagi kalau memang keadaan mengharuskan demikian. Tidak sedikit anak2 yang tumbuh dan menjadi orang sukses adalah produk dari rumah tangga dengan kedua orang tua bekerja. Ditambah lagi, banyak orang berpikir, tuntutan zaman tidak lagi membuat seorang ibu hanya 'sekedar' menjadi ibu rumah tangga.

Well, semoga tulisan ini bukan sesuatu yang menyinggung atau menyudutkan para wanita bekerja. Just want to share what I got today from mail chain.

Sunday, April 13, 2008

Pefindo keluarkan peringkat 180 reksa dana

Bagi yang ingin mencoba-coba berinvestasi lewat reksadana, semoga berita dibawah ini bisa dijadikan salah satu referensi (dipetik dari Bisnis Indonesia Edisi Cetak, 14 April 2008).

JAKARTA: PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) mengevaluasi 50 produk reksa dana saham dan 130 reksa dana pendapatan tetap berusia di atas dua tahun untuk menentukan peringkat reksa dana.

Direktur Pefindo Salyadi Saputra mengatakan proses pemeringkatannya sudah selesai, tetapi masih menunggu saat yang tepat untuk mengumumkannya.

"Kami telah melakukan evaluasi terhadap 50 produk reksa dana saham dan 130 produk reksa dana pendapatan tetap," ujarnya kepada Bisnis, akhir pekan lalu.

Dia menuturkan Pefindo akan mengeluarkan peringkat reksa dana pada awal Mei yang untuk sementara terbatas pada reksa dana saham dan pendapatan tetap. Rencana ini, mundur dari perkiraan semula pada akhir April.

Menurut dia, pemeringkatan reksa dana terproteksi sebenarnya sudah dikaji tetapi belum dikeluarkan bersamaan dengan pemeringkatan perdana reksa dana saham dan reksa dana pendapatan tetap.

Dia menuturkan reksa dana saham baru populer dalam dua tahun terakhir sehingga sebagian besar produk reksa dana saham yang ada di pasaran saat ini belum berusia dua tahun.

"Dalam pemeringkatan kali ini, manajer investasi [MI] menyumbangkan rata-rata satu produk reksa dana saham yang masuk dalam syarat pemeringkatan," ujarnya.

Salyadi menambahkan Pefindo menilai kemampuan MI membuat reksa dana yang menghasilkan keuntungan (return) lebih tinggi dari pencapaian rata-rata.

"Produk reksa dana saham tentu harus menghasilkan keuntungan lebih dari return indeks harga saham gabungan(IHSG), sementara reksa dana pendapatan tetap berbasis obligasi harus memiliki return di atas rata-rata tingkat imbal hasil (yield) obligasi." (04)

Saturday, April 12, 2008

Kekerasan pada anak

Seminggu setelah Abang masuk 'sekolah' barunya, saya mendapat cerita yang mengejutkan dan cukup membuat shock. Abang bercerita tentang salah seorang temannya yang dipukul oleh Auntie di sekolah. Yang dimaksud dg Auntie ini adalah asisten Ibu Gurunya. Saat itu juga saya (S) mengorek keterangan lebih jauh dari Abang (A);

S : Kenapa teman abang tadi dipukul? Nakal dia tadi di sekolah?

A : Iya..

S : Ibu Guru tadi lihat nggak kalau Auntie pukul teman Abang?

A : Enggak. Soalnya kan dia sibuk mengurusi anak yang lain..

S : Trus teman Abang itu tadi nangis nggak?

A : Iya lah, Ma. Kan kalau dipukul itu sakit.

Dan Abangpun me-reka ulang adegan pemukulan disekolahnya. Dengan menggunakan penepuk lalat, dia memukul punggung saya. Well, tidak sakit sih sebenarnya, tapi siapa sih yang suka dipukul... Dan dengan alasan apapun juga, saya tidak menyetujui pemukulan terhadap anak-anak. Apalagi anak orang lain... (apalagi anak saya yang dipukul oleh orang lain...). Yang namanya nakal itu kan wajar. Namanya juga anak-anak...

Trus saya tanya lagi si Abang;

S : Kalau Abang, pernah nggak dipukul waktu di sekolah?

A : Enggak

Hmmm... bukan jawaban yang cukup melegakan saya. Karena, dalam pemikiran saya, enggak bisa juga berarti belum. Jadi, saya wanti-wanti dan berpesan pada Abang;

S : Abang, Mama dan Papa mengirim Abang ke sekolah ini karena Mama dan Papa kepingin Abang belajar. Jadi, Abang be good boy, tidak boleh nakal dan mengganggu teman2, dengarkan kata Ibu guru... Tapi, kalau suatu ketika Abang dipukul, Mama mau Abang bercerita pada Mama atau Papa. Mama tidak suka anak Mama dipukul oleh siapapun juga. Abang mengerti maksud Mama?

A : Iya, Ma...

Dan pembicaraan ttg hal tersebut diakhiri dengan mengulangi statement saya diatas dan memastikan bahwa Abang mengerti sejelas-jelasnya maksud saya.

Sebelumnya bercerita lebih lanjut, ada baiknya saya bercerita sekilas tentang sekolah Abang ini.

Menurut saya pibadi sih, sebetulnya tidak tepat kalau tempat ini disebut sebagai sekolah. Penyebutan istilah sekolah hanya untuk mempermudah saya menyebutkan nama tempat tersebut kepada anak-anak.

Dengan bertempat di sebuah apartement yang hanya berjarak beberapa gedung dari tempat kami tinggal, sekolah ini dikelola oleh seorang ibu rumah tangga berkebangsaan India. Banyak anak-anak (dengan kisaran usia antara 2.5 thn - 5 thnan) dengan berbagai kebangsaan dititipkan di tempat ini. Tujuannya adalah untuk mempersiapkan mereka memasuki sekolah formal. Jumlah anak yang dititipkan disitu (menurut saya) terlalu banyak untuk jumlah ideal murid satu kelas. Delapan belas balita dalam satu 4x4 m2 ruangan !!

Yang mengawasi dan mengajari mereka adalah satu ibu guru ditambah satu asisten pengajar (yang saya yakin tidak memiliki bekal ilmu sebagai pengajar dan pendidik anak-anak).

Well, pasti ada yang bertanya2, kenapa nada saya pesimis dalam menggambarkan sekolah Abang?

Jawabannya adalah: karena pada dasarnya saya tidak terlalu suka menitipkan Abang disana. Tapi ada beberapa pertimbangan yang membuat kami tidak bisa menentukan lain. Antara lain:

1. Tahun ajaran baru di sini sudah dimulai pada bulan September. Sekolah favorit tidak mau menerima murid baru ditengah2 tahun ajaran. Jadi, mau tidak mau, si Abang ini ya harus menunggu sampai bulan September kalau tetep mau masuk sekolah favorit disini.

2. Rencana semula, saya mau home-schooling Abang di rumah. Tapi ternyata ada 2 balita dengan beda umur (yang jelas juga jadi beda minat), ternyata hal tersebut sulit sekali untuk dilakukan.

3. Karena belum bisa dapat SIM, saya tidak bisa beranjak jauh dari rumah tanpa kawalan suami. Jadinya, the one and only option buat kami ya tempat ini lah..

Kembali lagi ke kasus pemukulan teman Abang disekolah tadi. Pada suatu ketika, saya berkunjung ke rumah Fitri. Kebetulan, disela-sela ngobrol ngalor ngidul, saya sempat bercerita ttg kisah tersebut diatas. Komentar Fitri membuat saya menyadari suatu fakta yang tidak saya tahu sebelumnya.

"Lha kan memang orang disini kayak begitu memperlakukan anak2nya, Wid. Makanya nggak heran kalau sering mendengar kasus pemukulan terhadap pembantu (TKI, red.). Lha wong sama anak sendiri saja ringan tangan bgitu, apalagi sama orang lain. Pembantu pula..."

Saya jadi ingat suatu kejadian yang saya lihat ketika pertama kali jalan2 ke IKEA dulu. Ada seorang ibu2 Arab membawa 2 orang anaknya (sekitar seumuran 3 thn dan 5 thn). Ketika seorang anaknya mencoba memegang furniture yang dipajang, mendadak si ibu (yang sudah berjalan beberapa meter didepan) menghampiri si anak dengan langkah panjang dan tergesa. Saya pikir mau menggandeng anaknya, karena kuwatir anaknya tertinggal jauh dibelakang. Eh, lha kok si anak perempuan ini, begitu melihat ibunya datang, langsung pasang posisi melindungi diri dengan kedua tangan kecilnya, seakan2 ada orang yang mau 'menyerang' kepalanya. Masyaallah... saya sampai menghentikan langkah sejenak dan bengong...

Pada tempat yang berbeda dan waktu yang berbeda, saya berkesempatan ngobrol dengan salah seorang ibu teman sekolah Abang. Saya selipkan juga cerita diatas, ttg teman sekolah anak2 yang dipukul sama Auntie. Eh, lha kok ibu itu juga punya cerita yang tidak kalah bikin saya herannya loh...

"Dulu Rofi (nama anaknya) juga pernah di'tonyo' kepalanya (he he he, apa sih bahasa Indonesia-nya di'tonyo'? Itu loh, gerakan mendorong dahi orang lain, sebagai bahasa tubuh membodohkan orang lain) gara-gara diajarin menulis tapi nggak bisa-bisa..."

"Trus, gimana dong, Mbak? Masak diam aja anak diperlakukan begitu sama orang lain?" tanya saya, tanpa bermaksud ngomporin.

"Ya saya bilang aja sama Rofi: lain kali, kalo dibegitukan lagi, bilang sama Ibu Guru kalo Rofi mau laporkan sama ayah. Biar ndak sekolah disini lagi..."

Wahh... kalau menurut saya, itu sih bukan solusi yang cukup bagus...

Iseng-iseng saya bercerita pada salah seorang teman baik saya ttg runtutan kisah tersebut diatas. Komentarnya cukup singkat, tapi pas banget "Pantesan org2 Arab susah bgt diajak hidup damai... Dari kecil aja sudah diajarin kekerasan".

Well, cerita saya diatas tidak bermaksud untuk mendiskreditkan orang2 Arab loh, ya. Saya hanya menceritakan pengalaman dan pemahaman yang saya dapat dari mengamati perilaku sekitar saya. Saya yakin, tidak semua orang Arab mendidik anak2nya dengan kekerasan. There always be anomalies in every aspect of life... Cuman masalahnya, yang mana yang masuk kategori anomali, dan yang mana yang dibilang sebagai "normal" disini, wallahualam...

Cerita Pengantar Tidur

Beberapa bulan terakhir ini, saya dan hubby membiasakan untuk bercerita sebelum anak2 berangkat tidur. Kenapa baru dua bulan dan tiga bulan terakhir, dan bukan lama sebelum itu? Karena dulu kosa kata dan pengertian anak2 ttg banyak hal masih terbatas sekali, jadinya baru keluar cerita sekalimat sudah dibalas dengan pertanyaan 10 biji. Lama2 emaknya capek dan hilang sabar. Jadi, periode bercerita sempat di-pause dulu untuk sementara.

Dan ini bukan membaca cerita loh, ya. Ini benar-benar sesi mengarang bebas buat mama dan papanya. Sebulan dua bulan pertama, cerita masih sesuai dengan alur yang benar. Mulai dari dongeng binatang, sampai ke kisah pangeran dan putri. Mulai dari boneka kayu yang pandai bernyanyi sampai ke anak perempuan yang sebesar jempol.

Tapi, namanya juga limited source, setelah lewat beberapa bulan pertama, habislah ide cerita yang sesuai pakem tersebut. Padahal sudah beberapa jilid buku diborong dan dihapal isinya. Sudah gitu, karena mereka senang mendengar cerita, nggak tidur siang nggak tidur malam, pasti harus diantar dengan cerita. Tambah makin cepat habislah kosa cerita saya. Jadilah, saya harus memutar otak tiap sebelum waktu tidur untuk mengarang kilat sebuah cerita. Otherwise, Nino akan mulai merengek2 dan bisa jadi berkepanjangan kisahnya.

Ini salah satu kisah favorit karangan saya, kalau saya sudah mulai hilang ide karena mengantuk.

Pada suatu hari, ada seekor anak katak yang masih kecil. Biarpun masih kecil, tapi anak katak ini sudah bersekolah di playgroup. Tiap pulang sekolah, dia dijemput oleh mama dan adiknya untuk kemudian berjalan kaki pulang bersama-sama. Sesampainya di rumah, anak katak langsung simpan tas dan topinya dan ganti baju. Kemudian pipis, cuci tangan, cuci kaki lalu makan siang bersama2 mama dan adiknya (dan selalu disela dg pertanyaan: "Papa katak tidak ikut makan juga, Ma?" Dan selalu dijawab oleh mamanya:"Kan Papa Katak kerja").

Seusai makan siang, anak katak harus tidur siang, karena dia capek setelah bermain dan belajar di sekolah tadi. Sebelum tidur siang, dia bilang sama mamanya:"Mama, mau diceritain dong sebelum tidur". Mama katak menjawab:"Baiklah anakku. Dengarkan baik-baik ya, begini ceritanya:...

Pada suatu hari, ada seekor anak katak yang masih kecil. Biarpun masih kecil, tapi anak katak ini sudah bersekolah di playgroup. Tiap pulang sekolah, dia dijemput oleh mama dan adiknya untuk kemudian berjalan kaki pulang bersama-sama. Sesampainya di rumah, anak katak langsung simpan tas dan topinya dan ganti baju. Kemudian pipis, cuci tangan, cuci kaki lalu makan siang bersama2 mama dan adiknya (dan selalu disela dg pertanyaan: "Papa katak tidak ikut makan juga, Ma?" Dan selalu dijawab oleh mamanya:"Kan Papa Katak kerja").

Seusai makan siang, anak katak harus tidur siang, karena dia capek setelah bermain dan belajar di sekolah tadi. Sebelum tidur siang, dia bilang sama mamanya:"Mama, mau diceritain dong sebelum tidur". Mama katak menjawab:"Baiklah anakku. Dengarkan baik-baik ya, begini ceritanya:...

Pada suatu hari, ada seekor anak katak yang masih kecil. Biarpun masih kecil, tapi anak katak ini sudah bersekolah di playgroup. Tiap pulang sekolah, dia dijemput oleh mama dan adiknya untuk kemudian berjalan kaki pulang bersama-sama. Sesampainya di rumah, anak katak langsung simpan tas dan topinya dan ganti baju. Kemudian pipis, cuci tangan, cuci kaki lalu makan siang bersama2 mama dan adiknya (dan selalu disela dg pertanyaan: "Papa katak tidak ikut makan juga, Ma?" Dan selalu dijawab oleh mamanya:"Kan Papa Katak kerja").

Seusai makan siang, anak katak harus tidur siang, karena dia capek setelah bermain dan belajar di sekolah tadi. Sebelum tidur siang, dia bilang sama mamanya:"Mama, mau diceritain dong sebelum tidur". Mama katak menjawab:"Baiklah anakku. Dengarkan baik-baik ya, begini ceritanya:...

He he he, saat pertama saya bercerita kisah ini, perlu babak untuk membuat Abang menyadari kalau dia sedang dikerjain sama mamanya.

Selanjutnya, setiap dia tahu kalau tokoh ceritanya anak katak, dia langsung waspada. Siap-siap untuk protes kalau ternyata mendapat cerita berbingkai-bingkai seperti biasanya...

Thursday, April 10, 2008

Blocked Blogs

Hari ini banyak curhat, sumpah serapah dan hujatan yang masuk ke inbox saya dari teman-teman yang tingal di Indonesia. Eitss... bukan buat saya ituuuhh..

Pemblokiran dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam rangka mencegah semakin menyebar-luasnya film Fitna.

Berikut adalah beberapa situs yang diblokir:

* Youtube
* MySpace
* Metacafe
* Rapidshare
* Multiply
* Liveleak
* Themoviefitna.com

Belum ada berita pasti, sampai kapan pemblokiran akan berlangsung.

Semoga tidak terlalu lama, mengingat banyak orang yang periuk nasinya tergantung dari beberapa blog tersebut diatas.

Si Abang

Thursday, April 3, 2008

saham, oh.... saham....

Sepekan indeks melorot 9,67% Bursa kian suram

JAKARTA: Kekhawatiran terhadap tingginya laju inflasi dalam negeri dan prospek perekonomian global yang buram menyeret indeks harga saham gabungan (IHSG) turun 104,22 poin (4,45%) ke level 2.237,97.

Sepanjang pekan ini, IHSG longsor 9,67%, 239,61 poin dari level penutupan Jumat pekan lalu sebesar 2.477,59. Apabila dijumlah, penurunan indeks pekan ini merupakan yang terbesar sejak awal 2008, setelah penutupan pasar pada 22 Januari dengan IHSG tergerus 7,7%.

Hampir seluruh bursa saham Asia kemarin ditutup positif. Hingga pukul 20:54 tadi malam, indeks Dow Jones melemah 45.75 poin.

"Pembuat kebijakan terperangkap di antara dua keputusan sulit. BI tidak bisa mengambil risiko untuk meningkatkan suku bunga, karena akan memperlambat pertumbuhan ekonomi," kata Jason Chong, yang membantu mengelola dana senilai US$600 juta, sebagai Chief Investment Officer di UOB-OSK Asset Management, di Kuala Lumpur, seperti dikutip Bloomberg, kemarin.

"Meski inflasi terkonfirmasi, pasar masih butuh kepastian soal harga BBM. Kalau harga dinaikkan, berapa besar, sehingga investor pasar dan pelaku usaha di sektor riil bisa mengukur risiko," tutur broker PT Amantara Securities Yohannes Eko.

Inflasi pada Maret mencapai 0,95%, sehingga inflasi IHK dalam triwulan I/2008 tercatat 3,41% (quarter to quarter) dan 8,17% (tahunan).

Menyikapi gonjang-ganjing pasar saham, ekonom Bank Negara Indonesia (BNI) Ryan Kiryanto menilai pasar agak nervous ketika mengetahui Bank Dunia, IMF, dan ADB menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di bawah target pemerintah.

Namun, ECM Strategist PT Trimegah Securities Tbk Satrio Utomo menyangsikan hal itu. Secara teknis, broker sedang membuang saham grup Bakrie, sehingga indeks melorot tajam.

Kepercayaan hilang


Rontoknya IHSG kemarin juga menjalar ke pasar surat utang negara (SUN). Menurut Direktur PT Trimegah Securities Tbk Desimon, harga SUN anjlok karena investor kehilangan kepercayaan.

"Inflasi yang tinggi hanya menjadi pemicu kejatuhan harga SUN. Sejak beberapa waktu lalu, harga SUN cenderung turun, karena terimbas krisis global. Bearish di bursa global, kini inflasi domestik tinggi. Sudah lengkap ceritanya."

Desimon menjelaskan pasar SUN menunggu intervensi pemerintah dan Bank Indonesia.� Pasar, menurut dia, kini menanti penjelasan strategi pemerintah dalam menambal defisit APBN dan mengatasi inflasi.

"Respons pemerintah cukup bagus. Pasar panik hari ini dan pemerintah merespons hal itu dan tidak membiarkannya terjadi," ujar Edhi Santoso Widjojo yang membantu mengelola US$151 juta di PT AXA Management Indonesia.

Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah akan meminjam dana dari Jepang, Bank Dunia, dan Bank Pembangunan Asia (ADB) untuk membiayai defisit yang diperkirakan 2,1% dari produk domestik bruto tahun ini.

Dia menilai risiko tekanan ekonomi global saat ini sangat tinggi, tetapi pemerintah telah mengantisipasinya dengan mengajukan percepatan perubahan APBN 2008.

Menko Perekonomian Boediono menyatakan semua kebijakan pemerintah sudah diarahkan pada perhitungan cukup mantap dengan tujuan mengamankan APBN sebagai prioritas utama. "Proses revisi sedang berlangsung. Di sana, kita tunjukkan penerimaan dan pembiayaan berada dalam posisi seimbang."

Di lain pihak, bank sentral mempertahankan BI Rate di level 8% setelah mencermati dan mempertimbangkan prospek ekonomi global, regional, dan domestik. Posisi tersebut konstan sejak 6 Desember 2007.

Rapat Dewan Gubernur BI menilai perkembangan ekonomi global kurang kondusif dan perekonomian Indonesia yang melambat pada tiga bulan pertama. Ini disebabkan oleh pertumbuhan ekspor yang juga melambat akibat pengaruh perekonomian dunia.

"Inflasi ke depan diperkirakan cukup tinggi dan didominasi oleh tekanan biaya terutama tingginya harga komoditas internasional," ujar Deputi Senior Gubernur BI Miranda S. Goeltom membacakan pernyataan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah, kemarin. (16/11/ Anugerah Perkasa/M. Yunan Hilmi/Arif Gunawan S./Ahmad Muhibbuddin)

Oleh Pudji Lestari & Wisnu Wijaya(pudji.lestari@bisnis.co.id/wisnu.wijaya@bisnis.co.id)
Bisnis Indonesia

Wednesday, April 2, 2008

rukun kenapa sih, ah...

Ada lagi nih yang lagi rame. Yunani tersinggung sama Macedonia, gara2 gambar benderanya dirubah, direkayasa menjadi sesuatu yang jauh dari arti dan makna lambang itu seharusnya.

Bingung nih, kenapa sih nggak yang rukun2 saja?

Bagaimana caranya untuk bisa rukun? Gampang. Jangan menyinggung perasaan dan urusan orang lain (kecuali diminta)...

Bagaimana caranya tidak menyinggung perasaan orang lain? Haa.... Ketahuan, waktu SMP dulu sering bolos pelajaran Budi Pekerti. Lagipula, hal kayak bgini kan seharusnya lebih sederhana daripada pelajaran FisMat-nya (alm) Pak Peter (ho oh ra, Ti?). He he he, sekedar info sekilas, saya mengulang mata kuliah Fisika Matematika-nya Pak Peter ini sampe 3 kali, dengan nilai yang tidak pernah lebih tinggi dari C. Anyway.....

Jadi, penduduk dunia... marilah kita hidup rukun sejahtera aman sentosa... Supaya anak-anak saya dan anak-anak anda bisa tumbuh secara optimal dalam suasana yang menyenangkan...

Halah !

An offensive movie: F I T N A

Sudahkan anda menonton filem ini?

Saya sudah. Kemaren iseng2 saya browsed dari Youtube, setelah mendengar banyaknya opini ttg keberadaan filem ini. Saya temukan 2 sekuel filem pendek yang sudah dibahasainggriskan.

Pendapat saya sebagai seorang muslim? Hmmm.... saya lebih cenderung berpendapat ttg penggagas ide, pembuat dan pemublikasi filem ini. Menurut saya, mereka adalah orang2 yang cukup "dangkal". Tipikal orang yang membaca sebuah kalimat tidak sampai ke titik. Orang yang membaca sebuah artikel tidak sampai ke paragraf terakhir. Orang yang menginterpretasikan keberadaan minyak dari sebuah wireline log hanya berdasarkan satu kurva (sementara tersedia 4 kurva yang lain). Kalo kata Mas Galak satu ini, menyajikan sesuatu tanpa fakta yang cukup (ho oh ra, Mas?).

Sebenarnya cukup mengherankan, mengingat creator filem ini adalah orang yang (seharusnya) cukup pintar: Geert Wilders, a Dutch rightwing parliamentarian.

Kebetulan saya juga menemukan sebuah artikel yang menurut saya cukup menarik ttg filem ini dari Turkish Weekly. Saya cuplikkan artikelnya yak.

Fitna: Stuck Between Propaganda and Prejudice

By Selma SEVKLI; Tuesday , 01 April 2008

Have you seen the movie Fitna? Before reading this, please watch it. Because it is not to be understood just by thoughts but also feelings. Dutch PM Geert Wilders claims to have made it. That makes me wonder what kind of work has he put in it. It seems to be done in half a day with no budget. He just put extreme pieces together that can be easily and freely found on internet and blamed all the actions on the Quran. That is a smart and banal way of affecting people. Actually it might even be considered ‘religious’ in its own unique form, as it aims to give people ideas with simple and weak reasoning.

For someone who don't know much about Islam and who is a part of the consumer culture, it can be very comforting and easy to believe in that kind of propaganda.

One thing makes the movie seem "well intended" is that it doesn't reject Islam or hate it (on surface), it just innocently suggests to get rid of the parts of the Quran that encourages violence. But if the movie was sincere, it wouldn't portrait Prophet Mohammed with bomb on the head one more time after all the reaction during cartoon crisis.

If you are Muslim, would you change your mind about your belief and think about changing your holy book when someone who portrays extremists as believers suggests.

Or if you are not Muslim, would it convince you to believe that all Muslims are potential terrorists when you see extremists, dead bodies, and verses following each other?

If there is anyone to blame, it is not this provocative Wilders but Muslims. They should be able to express themselves, explain those verses and convince the world (if needed) that Islam is not a religion of violence. What do those verses quoted in the movie actually mean? Some authorities or even someone who study them should explain them. Otherwise more and more attacks are going to leave bigger stains on Islam, Quran and of course Muslims. And if good ones can't convince the bad ones, they will take over the power and actually change the Quran. Then Islam is going to lose its most important characteristic that it has been the SAME book for 13 centuries all over the world, not one letter has been changed.

I think the problem lays here: Religion is an important component of life for many people. And every religion has its own language (by that i mean a way of interpreting the world/life) Even different sects in one religion have different aspects on issues. What we are doing is that we are trying to understand someone without knowing her/his language. Let's say someone knows two languages of religions (Christian theology professor on Islam) but still remains as a Christian. Because there comes another important component of religion, faith that we cannot comprehend with minds and there is no space for "heart" (where the faith is) in our "modern language" I guess that leads us to beginning of modernity and secularism which proves that we cannot understand the religion just by looking at the religion.

We develop relationships with people whom we share the same language. We might believe in different religions, ideologies, we might belong to different nationalities, countries, but we can still have a relationship. It is possible because religion and nationality, our two very important identity components, may not be the most important components of our personalities. Having similar interests or sharing another ideology that can fit into those big ones (humanism, for instance) can become more important than others. For different reasons, we can build bridges with ‘others’.

The only thing we need is some common language for the people of different religions and nations that share similar values. That cannot be common ancestor Abraham only, what if we didn't have anything in common historically? And what if as modern people we don't care that much about long time ago on our every day lives? What if some of us are religious and some not?

I guess most of the people want peace and dialogue but not strong enough. They tend to be tricked easily by politicians or any other leaders. Instead of judging each other with big labels like religion, nationality or race, we can try to find some shared common values that will connect us. I know that what all of us want at the end is to feed ourselves, raise our children, be safe and happy basically. That’s the same in every culture and our happiness and safety depend on each other’s happiness and safety.

Extremists are the ones that exist in all ideologies, all religions, all nationalities, not just among Muslims. How about dividing the world as Extremists/Others, instead of Muslims/Others? Then maybe we can think of a way to convert extremists to human beings instead of converting Muslims to a transformed Islam.

Saya hanya berharap semoga sodara-sodara saya kaum muslimin/muslimah yang kebetulan bisa punya akses untuk melihat adegan2 dalam filem ini, bisa menanggapi dengan kepala dingin. No more anarchy, since the world is sick enough..... Semoga....