Monday, September 10, 2012

sebuah doa yang 'salah waktu'

first posted on Feb 16, '10 1:25 PM

Hari kemarin adalah hari yang super duper sibuk buat saya. Mulai dari pagi hari semenjak keluar dari pintu rumah untuk mengantar anak-anak sekolah, sampai sore hari saya harus menjemput anak-anak dari kegiatan sore. Saking sibuknya, saya sampai terlupa bahwa hari itu seharusnya saya mengisi bahan bakar kendaraan.
Saya memang tipe orang yang agak 'ceroboh' dan tidak terlalu teliti dalam hal-hal beginian. Terkadang, dengan indikator bahan bakar yang sudah agak mepet di huruf "E" pun saya masih suka mikir : 'ah, lampu indikatornya belum nyala ini....'
FYI, saya biasanya hanya mengisi bahan bakar seminggu sekali, karena malas antri di SPBU.

Jam 16-an, pas habis menjemput anak-anak dari kegiatan sore, kami menuju ke tempat parkir. Sebenarnya saya agak enggan pulang jam2 segitu, karena lalu lintas yang semrawut dan kondisi Jogja sekarang yang sering macet dimana-mana. Ditambah lagi, jam2 segitu masih ada beberapa ibu yang masih menunggu anaknya selesai berkegiatan. Jadi masih bisa mengobrol barang 20-30 mnt lagi... (he he he... lumayan dapat kabar berita dari beberapa bagian kota...). Tapi berhubung para kawula alit anggota pasukan Ndalem Kemuchtaran ini sudah pada iyik minta pulang dari tadi (karena di tivi bakal ada filem kartun yang sudah ditunggu2 launchingnya semenjak beberapa minggu yll), terpaksa saya bersiap untuk pulang juga.

Ketika mesin dihidupkan, yang nampak pertama adalah lampu indikator BBM yang sudah menyala. Weitss.... saya langsung kaget dan was-was. Menghitung jarak antara posisi kami saat itu dg SPBU terdekat beserta segala kemacetan yang bakal kami alami. Eh, lha kok tiba-tiba saya tersadar juga bahwa saya tidak membawa uang tunai. Sementara di Jogja belum lazim belanja bahan bakar dibayar dengan menggunakan kartu plastik. Jadi, jarak antara posisi saya saat itu dg SPBU harus ditambah juga dengan jarak mencari ATM (plus ekstra macetnya juga !).

Wis lah, dengan bismillah saya berangkat juga menuju ke lokasi ATM. Sebelumnya saya jelaskan kondisi kami kepada anak-anak. Bahwa ada beberapa kenyamanan berkendaraan yang harus dikorbankan karena kritisnya BBM yg masih tersisa. Si Abang, yang memang sudah sifatnya untuk mengkhawatirkan segala sesuatu, menawarkan solusi ini itu.... "telefon Om Oki aja, Ma. Minta tolong untuk belikan kita bahan bakar".... "Ke SPBU __ aja, Ma. Jalan kesana nggak macet"... "Nanti kita bertiga bisa kuat mendorong sampe ke SPBU nggak ya, Ma... kalau fuelnya gak sampai ke sana".... sampai ke solusi terakhir yang dia sarankan ... "Yuk kita berdoa saja, biar sama Allah dikasih ekstra fuel..."

Langsung deh, dia dengan doa hasil susunannya sendiri meminta kepada Allah supaya kami semua dilindungi dari kemungkinan mendorong mobil sampai ke SPBU....
Saya dalam hati terharu dan tersenyum melihat solusi yang begitu pasrah dan ikhlas yang disodorkan oleh anak saya yang baru beberapa bulan lalu genap berumur 6 thn.

Lain halnya dg Nino....
Begitu abangnya memberi contoh untuk berdoa, dia langsung menadahkan tangannya dan mulai membaca Bismillah..... yang kemudian dilanjutkan dg doa : Allahumma bariklanaa fimaa razaktanaa wa qinaa adzaa bannar.... (bagi yang tidak tahu, itu adalah doa sebelum makan...).
Mendengar doa yang 'salah waktu' itu, spontan saya hampir tertawa. Untung saya masih bisa menahan diri...
Ketika saya lirik (kebetulan dia duduk di kursi depan), saya lihat dia begitu serius dan bersungguh-sungguh dalam berdoa....

Masyaallah.... biarpun hati saya dipenuhi kekhawatiran harus mendorong mobil sampai ke SPBU terdekat, tapi hati saya sungguh bahagia... Terucap sebuah doa kecil di hati saya, semoga mereka bisa menjadi umat Allah SWT yang selalu punya kepasrahan dan keikhlasan seindah ini sepanjang hidup mereka....


note: ketika mendengar doa Nino yang 'salah waktu' tsb, saya teringat renungan Anthony de Mello di Doa Sang Katak yang kurang lebih seperti ini : ketika saya lupa pada kalimat doa yang harus saya ucapkan, biarkanlah saya mengucapkan a-b-c-dst sebagai pengganti doa saya... Saya percaya, Tuhan mengetahui semua doa dan akan bisa menyusunnya untuk saya karena Dia bisa mengingat semua doa yang tidak bisa saya ingat.....
ggrrrhhhh....

Ternyata memindahkan blog tidaklah sesederhana "Ctrl-C" --  Ctrl-V"...
Sudah hampir 5 blog dipindah, lupa nggak cek bagaimana tampilannya, ehhh.... ternyata setelah dilongok lagi, gak muncul.....


Yasud lah....
To be continued kapan-kapan saja lah....

is he the one for me?

first posted on
Dec 2, '09 11:17 AM


Beberapa sore yang lalu,  sembari  bersantai menunggui anak-anak menonton film kartun di tivi, saya iseng bertanya pada suami : “Pa, seandainya kita tidak menikah… kira-kira dengan siapa Papa akan menikah?”

Entah kenapa, tiba-tiba saja terlintas pertanyaan di benak saya, tentang siapa-siapa yg ‘mungkin’ menjadi pasangan hidup kami seandainya kami tidak menikah satu sama lain. Iseng-iseng saya dan suami membuat virtual list masing-masing.
Daftar ‘bekas-kandidat’  suami saya ternyata berisi lebih banyak peserta, sementara daftar ‘bekas-kandidat’ saya nyaris kosong melompong… (he he he, lha memang dari dulu ‘sepi penggemar’ sih…)

Pembicaraan ttg topik tersebut tidak berlangsung panjang, tetapi pikiran saya tidak bisa berhenti memikirkannya. Memikirkan ttg pasangan hidup, jodoh, keputusan untuk menikah, pilihan untuk hidup sendiri, dll….

Terlintas dalam pikiran saya, apakah pria yang sedang duduk di dekat saya ini adalah jodoh saya? Apakah kami akan ditakdirkan bersama selamanya? Bagaimana kalau ternyata ada aral melintang dalam perjalanan pernikahan kami, apakah dia akan tetap menjadi jodoh saya?

Saya jadi ingat percakapan dg seorang teman tentang jodoh, sepuluh-tahun-lebih yang lalu. Dalam bayangan kami, ketika tidak sengaja kita berpapasan dengan jodoh, kami akan tahu seketika bahwa ‘he is the one’. Orang itu akan terlihat ‘berbeda’ (saya membayangkan dia bakal glow-in-the-dark seperti mainan anak saya… he he he…). Bahwa akan ada perasaan ‘bergetar’ di dalam dada (atau telinga yang berdenging?) ketika bertemu untuk pertama kali dengan seseorang tersebut... :))

He he he, saya tidak mengalami semua itu ketika saya bertemu dengan pria yang akhirnya menjadi suami saya sekarang…. Karena itulah, saya masih terus bertanya-tanya: is he the one?

Yang jelas, setelah tujuh tahun lebih menjalani kehidupan kami bersama, saya hanya bisa berucap alhamdulillah, saya telah memilih dia menjadi pasangan hidup…

Jodoh adalah misteri Illahi. Kita hanyalah makhluk yang menjalani skenario… Yang bisa kita lakukan adalah menjalani sebaik-baiknya kehidupan ini…..

Saya memilih untuk menjadi bahagia (sebuah catatan untuk diri sendiri)

first posted on Oct 28, '09 11:52 AM








Beberapa waktu yang lalu, saya mengalami low-point dalam menjalani peran sebagai ibu rumah tangga, sebagai baby sitter bagi anak-anak saya, sebagai simbok yang mengurusi kerapihan Ndalem Kemuchtaran, sebagai konco wingking yang menunggui suami pulang dari bekerja….

Merasa bosan karena saya merasa melakukan hal-hal yang tidak berarti. Sering saya berpikir: kalau hanya ‘sekedar’ pekerjaan remeh temeh seperti yang saya sebutkan diatas, wanita mana sih yang tidak bisa melakukannya?

Tidak dibutuhkan seorang lulusan perguruan tinggi bereputasi bagus untuk bisa menunggu suami pulang kerja. Tidak perlu keahlian seorang engineer untuk bisa menjadi koki dirumah. Tidak perlu score TOEFL tinggi untuk bisa mengajak berbicara 2 anak balita dirumah…dan lain sebagainya…dan lain sebagainya….

Don’t get me wrong ya…. Keputusan saya untuk mendedikasikan hidup sebagai ibu rumah tangga, TIDAK PERNAH dan tidak akan pernah saya sesali.

Hanya saja saya sering kebingungan melihat hari tiba2 sudah menjadi malam tanpa saya merasa telah melakukan hal2 yang produktif. Bahkan membaca buku sekedar beberapa halamanpun sering kali terlewat. Bagaimana tidak, dengan mengantar anak-anak tidurpun tidak jarang membuat saya ikut jatuh tertidur. Sampai pagi. Sampai saatnya saya harus melakukan rutinitas yang sama seperti hari kemarin. Dan hari kemarinnya. Dan hari kemarin kemarinnya lagi…..

Kadang terlintas dalam pikiran untuk berhenti sesaat dari segala rutinitas. Mengambil cuti atau hari libur, bepergian ke tempat yang ingin saya kunjungi. Melakukan hal2 yang tidak bisa dilakukan ketika harus momong 2 balita.

Suami saya begitu supportif, dengan segala keterbatasan waktunya dalam ikut mengasuh anak2 kami. Mendukung keinginan saya untuk sesekali ‘mengambil libur’ dari segala rutinitas harian rumah tangga kami. Bahkan tidak jarang, sepulang kerja langsung membawa anak2 keluar untuk main bola atau sekedar jalan2 sekeliling kompleks, membiarkan saya menikmati waktu luang yang mungkin ‘hanya’ tersedia beberapa menit… Bahkan pernah mengusulkan saya untuk travelling sendirian ketika jadwal liburnya tiba….

Usul yang menggoda. Saya suka sekali bepergian. Bagi saya, bepergian seorang diri bukanlah suatu masalah. Bahkan saya cenderung lebih memilih bepergian seorang diri daripada harus melakukannya bersama orang lain yang tidak ‘sealiran’ dengan saya.

Hanya saja,

Saya tidak akan bisa melakukannya. Pikiran saya sudah tersetel untuk selalu bersambungan dengan anak2 saya. Berada jauh dari mereka beberapa jam pun sudah membuat saya dipenuhi banyak pikiran ttg mereka : apakah mereka baik-baik saja... Apakah mereka tidak sedang nakal… Apakah mereka tidak sedang diganggu teman2nya…. Apakah mereka memakan sesuatu yang bisa membuat mereka sakit… Apakah mereka sudah cukup berhati2 ketika sedang bermain kejar2an …. Dan masih banyak ‘apakah’ lain yang bagi banyak orang mungkin sedikit ‘parno’ yang tidak penting…


Jadi,

Apakah kemudian hidup saya berubah menjadi sesuatu yang menyedihkan?

Beruntunglah saya, ketika menanyakan hal itu kepada diri sendiri, saya masih bisa menjawab, tidak. Not even close…!

Bahkan semakin saya memikirkan pertanyaan tersebut, saya semakin malu pada diri sendiri. Malu karena saya kehilangan kemampuan untuk melihat sisi baik dari kehidupan saya sendiri. Malu karena saya melupakan betapa beruntungnya saya mempunyai kehidupan seperti yang saya punya sekarang. Tidak semua orang bisa memilih menjadi apapun yang mereka inginkan, dan saya punya kesempatan itu. Yang harus saya lakukan sekarang adalah menjalani dengan sebaik-baiknya.

Selalu melihat apa yang dimiliki orang lain terkadang membuat kita lupa untuk bersyukur atas apa yang telah kita miliki.

Saya mulai belajar (lagi) melihat segala sesuatunya dari dua sisi. Hal2 yang semula memberatkan saya, yang membuat saya berpikir tidak bahagia dan terbeban, Alhamdulillah mulai berubah….

Alangkah meruginya saya apabila kehilangan waktu yang berharga bersama anak-anak… Waktu tidak akan berputar balik, sebulan saja saya kehilangan waktu bersama anak2, saya tidak akan bisa memutar waktu untuk mengganti kehilangan kebersamaan kami.

Memasak yang sebenarnya selalu menjadi ‘keinginan tersembunyi’ , akhirnya punya jatah waktu dalam daftar kegiatan saya. Suami dan anak2 selalu menjadi sukarelawan yang baik dalam mencicip hasil masakan saya yang lebih banyak gagalnya daripada berhasilnya…. (untung selalu ada restoran di dekat kami tinggal…he he he). Ditambah lagi, dengan kesadaran saya yang agak terlalu berlebihan akan ‘gizi baik dan kebersihan makanan’ membawa dampak baik bagi kesehatan kami sekeluarga.

Saya lebih dari sekedar konco wingking untuk suami. Karena kebetulan kami pernah bekerja dalam bidang yang sama, banyak topik percakapan bisa sambung menyambung tanpa harus disertai penjelasan yang bertele-tele. Dimana lagi saya punya teman yang bisa ‘klik’ dalam banyak hal kecuali di rumah saya sendiri?

Jadi, temans…

Berpikir positiflah dalam banyak hal….. jangan lupa bersyukur dan selalu bersyukur atas apa yang telah kita miliki…. Hilangkan segala prasangka buruk bahkan terhadap keadaan….

Menjadi bahagia atau tidak bahagia adalah pilihan kita sendiri….. Dan saya telah memilih untuk menjadi bahagia....

Monday, September 3, 2012

Sudah lama sekali tidak link posting ke sini.
Lebih aktif di blog kompetitor, karena waktu itu punya komunitas yg lebih asik disana.... Tapi  seiring berjalannya waktu ternyata blog kompetitor menjadi semakin ribet karena semakin banyak iklan bergentayangan....
Biasa lah... fenomena blog laris.... :)

Jadi, project jangka pendek adalah memindahkan isi blog yg satu kesini....

Harapannya sih, bisa aktif di kedua blog... Toh hanya sekedar klik kotak untuk memperbolehkan tautan....

Saturday, July 14, 2012

Es krim untuk teman-teman

Masih terngiang2 obrolan saya dg seorang anak, finalis Olimpiade Sains Kuark, yang berasal dari daerah 'agak' terpelosok. Si anak, tahun lalu adalah Bronze Medalist dari Level 2 (untuk SD kls 3-4). Kami menginap di penginapan yang sama.
Pagi itu saya dan Abang sarapan pagi sebelum berangkat ke lokasi lomba. Kebetulan si anak tersebut juga sedang menyantap sarapan paginya.
Setelah basa-basi dan obrolan ringan ttg seputar asal sekolah dan kota tempat tinggal, si anak bercerita
Anak (A) : Aku kemarin dapat bronze medal, loh...
Saya (S) : Wahhh, keren... Dapat banyak hadiah dong. Dapat uang juga ya....
(A) : Iya... Dapat uangnya buanyaaakkk sekali.... Aku dapat uang 2 juta...  
Ekspresi wajahnya sulit untuk dideskripsikan, antara kagum dg uang 'buanyaaaakkk sekali' dan bangga diri..
(S) : Trus, uangnya buat apa dong?
(A) : Sama ayahku dipakai buat beli laptop.
(S) : Trus laptopnya buat apa? Buat nge-game ya?
(A) : hehe, iyaa.... 
sambil tersenyum agak malu...

(S) : Trus, sekarang kalau menang lagi, uangnya mau dipakai buat apa? Masa mau beli laptop lagi?
(A) dg suara mantap dan bersemangat : Aku mau beli es krim Di**ond yang pake mangkok (plastik, red.) buat teman-teman satu sekolahku.... Biar teman-temanku semua ngerasain pernah makan es krim...

Saya tercenung sesaat sebelum tersenyum.
Betapa tidak rumitnya pikiran anak-anak. Begitu sederhana pikiran mereka untuk menjadi bahagia dengan membahagiakan teman-teman sekolahnya yang (mungkin) belum pernah makan es krim.
Padahal saya setengah yakin, orang tuanya belum tentu merelakan uang hadiah si anak dipakai untuk mentraktir teman-teman satu sekolah.

Seperti halnya saya, yang sudah pasti akan 'merancangkan', digunakan untuk apa saja uang hadiah, seandainya anak saya berhasil menang.



Notes: ...dan diakhir acara, si anak tersebut meraih medali dan hadiah untuk honorable mention.... Dalam hati saya berharap, semoga orang tuanya menyadari, bahwa selain cerdas akademis, putra mereka juga berpotensi memiliki kecerdasan sosial....

Friday, June 22, 2012

Nasi bungkus di Jalan Malioboro

Tadi pagi saya jalan bareng anak lanang di Jln Malioboro.

Tumben?

Kebetulan memang sedang kepengin beli baju batik buat si Abang. Baju batik yang dia punya somehow sudah mengkeret semua... Sebetulnya kemarin sempat mampir ke salah satu mall di ujung timur kota. Kebetulan di mall itu ada gerai batik berjudul B**** K***s. Tapi demi melihat label harga yang terpasang, urung kami membeli beberapa potong baju..... Gak tega mo ngeluarin duit dari dalam dompet... he he he....
Begitulah....
Akhirnya tadi pagi saya dan Abang bertekad menyisir Malioboro untuk berburu baju batik.
Sesampai di Malioboro, seusai memarkirkan kendaraan di sebelah timur jalan, saya gandeng si Abang untuk menyeberang jalan.

Saat berhenti di zebra cross untuk menyeberang menuju ke sisi barat jalan, tiba-tiba ada mobil pick-up memelankan laju dan menepi. Si Pick Up berhenti di ujung perempatan dekat kami bersiap untuk menyeberang. Dan dalam jeda kurang dari setengah menit banyak orang berhamburan dari tepi2 jalan menghampirinya: bapak tukang becak, pedagang asongan, pengemis, pengamen, bakul kaki lima, simbah2 penjual bawang merah di pinggir jalan....

Saya urung menyeberang jalan. Saya gandeng si Abang ke tempat teduhan sambil memperhatikan kegiatan dadakan yang sedemikian diminati oleh banyak orang tersebut.

Rupanya, ada seorang dermawan yang membagi nasi bungkus cuma-cuma. Kalau melihat jumlah bawaan yg dimuat di bak belakang, saya mengira2 jumlahnya ada ratusan bungkus. 

Sempat saya tertegun heran selama beberapa jenak. Saya tengok kanan kiri disekitar mobil tsb, tidak ada lambang partai, tidak ada wartawan. Bahkan tidak terlihat, siapa si dermawan pembagi rejeki tersebut.

Subhanallah,
pikir saya dalam hati. Ternyata masih ada orang baik di luar sana yang peduli pada sesamanya....

Tanpa pamrih apapun, tanpa publikasi apapun, dan tanpa mengharapkan ucapan terima kasih dari yang menerima pemberiannya.

Tiba-tiba,
si Abang yang saya gandeng, berbisik pada saya: "Mama, besok kalau Abang ulang tahun... Abang mau dirayakan seperti itu ya... Membagi nasi bungkus ke bapak tukang becak dan pengamen di jalan... "
Tak kuasa saya menahan haru....
Ohalah, thole..... betapa Mama bangga padamu, Nak....

Terima kasih Bapak/Ibu dermawan yang membagi2kan rejeki di Jln Malioboro pagi ini. Anda telah memberi contoh nyata kepada saya dan si Abang, akan indahnya berbagi.....

Sunday, March 18, 2012

Pejalan kaki... riwayatmu dulu....

Sudah seminggu ini saya banyak berjalan kaki dan mengandalkan naik bus kota untuk mondar-mandir kesana kemari....

Tumben?


Ada banyak penyebabnya sih....

Yang pertama, mobil yg biasa dipakai anak2 sekolah, pintu belakangnya penyok.. nyok... ditabrak truk waktu berhenti di lampu merah. Sekarang dalam kondisi di opname di bengkel untuk diganti pintu dan bumper belakang. Ya terpaksa lah, si emak ngalah mobilnya dipakai anak2nya...

Yang kedua, sedang tinggi niat untuk melangsingkan badan, nih.... Salah satu upayanya adalah memperbanyak porsi berjalan kaki.

Yang ketiga, pada dasarnya saya adalah pecinta jalan kaki.

Terakhir kali saya berjalan kaki di lingkungan kota Jogja mungkin sudah sekitar 13 tahun-an yang lalu. Itu adalah saat-saat terakhir saya sebagai mahasiswa S1.

Thursday, March 8, 2012

cintaku... oh, kampus biru....


Yuhuuuu.....


Saya kembali ke kampus loh.... kembali bergaul dengan orang-orang di 'luar sana'... kembali mencangklong tas dan menenteng diktat... kembali jajan di kantin yang murmer.... kembali terkantuk-kantuk di dalam ruang kuliah mendengarkan pak profesor mendongengkan rumus2... kembali terengah naik turun tangga 3 lantai... kembali harus berlembur2 ria demi sebuah tugas presentasi....

Bagi beberapa orang mungkin kegembiraan saya adalah sesuatu yg norak, lebay dan tidak perlu...
Tapi, cobalah anda posisikan diri anda di tempat saya...
Enam tahun saya berhenti bergaul dengan ilmu pengetahuan yg begitu saya cintai... enam tahun !

*hi hi hi...nah, kalau yg bagian 'ilmu pengetahuan yg saya cintai' itu memang beneran lebay sih....*

Di minggu pertama masa perkuliahan, saya datang dengan harapan dan cita2 serta semangat setinggi langit.... mau kuliah dan menimba ilmu, gitu loh.... he he he....

Memasuki minggu kedua, semangat agak sedikit mulai surut nih...
Dulu saya pikir, kalau sudah S2, materi kuliah akan lebih mudah dicerna dan dimengerti....
Akan tetapi... ternyata, oh ternyata...

Ditambah lagi dg kenyataan bahwa teman2 di kampus adalah anak2 fresh graduate S1 yang masih benar2 fresh from the oven....
Jadinya, ya gitu deh....tema percakapan sering kali kurang
nyambung... This is the moment where the age difference talks...
Jadilah saya merasa kesepian ditengah keramaian.....

Memasuki masa ujian tengah semester, mulai nih muncul pertanyaan pada diri sendiri: what the heck am I doing here?... Sudah enak dan nyaman dengan kegiatan belanja, masak, bergosip dg ibu2, nonton filem kapanpun mau, lha kok ya mau2nya mencari kesulitan untuk diri sendiri....


Belum lagi kalau pas jadwal suami libur... hadeeeh, tambah keteteran deh membagi waktu...
Well
, bukannya saya tidak suka suami pulang ke rumah... justru karena saking senengnya, pengennya jalan bareng terus.... nonton tipi berdua (anak2 disuruh masuk kamar sorean dong )... membuntut kemana suami pergi...


Alhasil, semua tugas perkuliahan terbengkalai.... frekuensi bolos kuliah semakin tinggi... kuliah gak konsen lagi karena yang dipikirin cuman mo jalan kemana, mo jajan dimana....