Tuesday, October 30, 2007

Welcome rainy season

Sudah 3 hari ini, Jogja mendapat kunjungan hujan setiap hari. Lumayan terlambat sih dibandingkan beberapa daerah lain yang sudah mulai diguyur hujan semenjak sebulan yang lalu. Tapi bagi saya, tibanya musim hujan di Jogja ini pas banget timing-nya. Setelah didera udara panas dan gerah selama beberapa minggu, rasanya guyuran hujan benar-benar sesuatu yang menyejukkan. Sudah begitu, karena ini baru awal musim penghujan, durasi hujanpun pas banget. Tidak terlalu lama dan tidak terlalu sebentar.

Dan seperti biasa pula, kedatangan perubahan musim ini selalu berasosiasi dg panen penyakit. Selesma dan flu. Jadi, di rumah saya biasanya pagi-pagi ada parade bersin. He he he, sesuatu yang lucu selama kita bukan peserta parade.

Pemimpin parade biasanya adalah Abang, secara dia ini gak tahan dingin dan alergi segala macam hal. Nah, kalo abangnya sudah mulai bersin-bersin, biasanya Nino suka ikut2an pura-pura bersin. Bukan bersin beneran sih, cuman mengekor bilang hattccuuu...

Tapi musim hujan kali ini, bersin2 Abang ternyata bukan sekedar flu atau selesma. Batuk-batuknya disertai juga dengan sesak nafas dan kenaikan suhu badan. Sudah begitu, matanya kelihatan sayu banget, kayak ngantuk terus gitu.

Saya yang hari itu sudah menyusun jadwal berkegiatan, jadi harus reschedule deh. Awalnya saya mau bawa Nino ke JIH untuk check up. Trus siangnya bawa Abang ke Panti Rapih. Tapi berhubung si Abang sudah kelihatan loyo sekali, ya sudah, saya bawa dia ke JIH yang dekat rumah. Setelah menunggu cukup lama dan disertai keluh kesah Abang, akhirnya kami masuk juga ke ruang periksa dokter. Setelah Dokter melakukan aksi pegang sana pegang sini, nunul sana nunul sini, akhirnya Abang diharuskan untuk nebulizer. Deg-degan juga saya, berhubung ini pengalaman pertama bagi kami.

Masuk ke ruang tindakan, Abang sempet menangis ketakutan karena melihat suster sedang in-action dengan jarum suntik. Padahal jarum suntik itu hanya untuk memasukan obat ke tabung nebulizer. Sesudah bujuk dan rayu segala macam rupa, akhirnya si Abang mau juga dipasangin masker. Ketika proses nebulize sdg on-going, si Abang ini tiba-tiba tidak bereaksi apa-apa. Wuaahhh.... saya sempet yang agak panik, takut kenapa-kenapa. Dalam pikiran saya, anak ini pingsan atau nggak kuat kepanasan uap gitu. Saya mau cari suster tapi terhalang oleh si Abang yang duduk di pangkuan saya. Akhirnya saya cuman pegang punggungnya dan rasakan detak jantungnya. Agak sedikit lega ketika berasa detak jantung yang kuat dan berirama normal. Ketika dokter masuk ke ruang tindakan untuk mengecek proses nebulizer, beliau langsung komentar: "Lho, kok tertidur..?"

Kesimpulan dokter hari itu, ada kemungkinan Daffa mengidap asma. Walaupun gejalanya agak sedikit menyimpang. Saya cerita juga pada dokter, kalau Daffa pernah mengalami kejadian yang sama persis, pada November 2005. Waktu itu awalnya batuk biasa, lalu saya beri obat yang saya beli di apotek. Ternyata bukannya sembuh tapi malah semakin parah dengan disertai sesak nafas dan panas tinggi. Well, asma di keluarga kami bukan berita baru bagi saya. Dari garis keluarga saya, asma kayaknya sudah inherited turun temurun.

Jadi, kami pulang dari JIH dg disertai pesan2 dari dokter. Kalau obatnya nggak bisa terminum (Abang ini susye banget minum obat), segera kembali ke rumah sakit lagi. Kalau sesak nafas menghebat lagi, segera bawa ke UGD. Di rumah harus istirahat, tidak boleh melompat-lompat, berlari-lari ataupun melakukan kegiatan fisik yang melelahkan.

Alhamdulillah, obat terminum. Setelah minum obat, nafas terlihat semakin lega. Tapi dasar anak-anak, susah sekali disuruh duduk diam. Begitu sudah berasa agak sedikit 'segar' mulai deh ritual kejar-kejaran dengan Nino di dalam rumah. Sampai melambai-lambai deh ini bibir mengingatkan. Habis gimana sih, namanya juga anak-anak...

Malam harinya, mulai lagi deh sesak nafas. Sudah niatan nih saya bawa ke UGD. Soalnya khawatir kalo malamnya tambah parah. Tapi saya pikir lagi, itu mungkin karena dia kurang istirahat. Jadi, sekarang dengan pasang tampang syerem, saya suruh Daffa tinggal di kamarnya. Tidak boleh bangun. Makan juga di tempat tidur. Sesudah makan, saya bawa ke belakang untuk minum obat. Saya tunggu 1 jam setelah minum obat, kalau belum membaik juga rencana mau saya bawa ke UGD. Hubby nih lewat telpun sudah mendesak aja untuk dibawa ke UGD. Daripada daripada...

Satu jam kemudian, sesak nafasnya mereda. Karena pengaruh obat, dan mungkin juga karena pengaruh mengurangi kegiatan fisik. Ya sudah, urung saya bawa ke UGD. Akhirnya saya suruh tidur awal.

Pagi ini, sesak nafasnya sudah hilang. Tapi masih tertinggal batuk-batuk.

Monday, October 29, 2007

Buah yang tidak punya idealisme jelas

Aneh?

Mungkin aneh bagi yang belum pernah mendengar istilah tersebut diatas. Tapi bagi yang sudah akrab dengan tabulapot alias tanaman buah dalam pot, itu bukan lagi istilah baru. Jerpaya (aka. Jeruk Pepaya) adalah buah jeruk yang ukurannya oversize bagi kebanyakan jeruk 'normal', walaupun juga tidak sebesar buah Pepaya.

Jeruk ini dalam istilah kuliner lebih dikenal sebagai jeruk sukade. Tanaman jeruk sukade berbentuk perdu. Buahnya serba menyimpang dari pakemnya sebagai jeruk. Ia disebut jeruk sukade karena kulit buahnya yang tebal dimanfatkan sebagai manisan yang pada zaman Belanda dulu terkenal sebagai sukade. Jeruk sukade juga sering dipakai untuk campuran pembuatan kue. Buah jeruk sukade besar, pada ujungnya terdapat nipple yang menonjol seperti pusar yang besar. Karena kulit buahnya tebal, daging buahnya jadi sedikit sekali. Saat masak kulit buahya msih tetap hiaju. Jeruk sukade juga dapat diambil minyak atsirinya.

Trus kenapa saya tiba-tiba menulis ttg Jerpaya alias jeruk sukade ini? Beginilah kisahnya.

Hari minggu kemarin saya pulang ke Temanggung. Temanggung adalah rumah saya semasa kecil hingga menjelang masuk kuliah. Rumah kami di Temanggung tidak bisa dibilang besar, tetapi ibu (alm.) punya sebidang kecil tanah yang memang didedikasikan untuk domestic vegetation. Macem-macem deh yang ditanam almarhum ibu saya dulu. Mulai dari tanaman bunga anggrek (species loh, bukan hybrid. And I'm so proud of this fact), amarilys dkk sampai cemara.

Beberapa bulan (atau tahun ya?) sebelum ibu meninggal, beliau mencoba-coba menanam 2 tanaman baru di lahan kecil kami tersebut. Yang pertama adalah mangga apel. Sounds confusing yak. Tanaman kok idealisnya ndak jelas, mau jadi mangga atau mau jadi apel. Ibu sempat mencicip buah pertama mangga apel ini. Saya juga sempat kebagian, soalnya waktu itu pas cuti kami pulang kampung. Enak banged, euy... Gak kayak apel gak kayak mangga. Buah ndak jelas tapi enak deh.

Trus tanaman yang kedua (yang juga tidak punya idealisme jelas) adalah Jerpaya ini. Nah, semenjak ditanam, pohon ini belum pernah berbuah. Buah pertama baru keluar sekitar 2 bln yll, which means hampir 2 thn semenjak kepergian ibu. Kadang tetangga-tetangga suka pada terharu melihat tanaman yang kini berbuah cukup banyak itu. Inget sama almarhumah yang begitu care dan sayang serta berharap sekali melihat tanaman Jerpaya ini berbuah.

Pulang kemarin, saya sempatkan petik satu buahnya. Iseng2 saya potong dan saya cicip. Rasanya? Bweehhhh.......

Kalau ada yang penasaran perihal 'tampang' jeruk yang tidak punya idealisme ini, saya attach-kan gambarnya. Please enjoy...

Thursday, October 25, 2007

Jajan mi ayam Pak Wie..

Dari postingan saya yang lalu, ada reply yang bikin saya sueneng banged. Ini nih, mo makan mi ayam Pak Wie sama Mas Wiwid dan Eddy. Langsung deh berencana dan semangat 45 mo nyamperin Titi jugak.

Ihuyy... pasti seneng deh ketemu teman2 lama.... Coba Mbak Ade masih di Jogja. Piye, Mbak? Mau ndaftar juga nggak?

Wednesday, October 24, 2007

Males banged...

Saya kok lagi nggak semangat ngapa-ngapain beberapa hari terakhir ini. Things just flow as they are. Mau posting blog, sudah duduk di depan komputer, sudah sampai di halaman Compose Blog Entry,....eh, malah jadi binun. Bingung mau nulis apa gitu....
Nongkrong di Sunsmile sudah nggak asik lagi. Berhubung tahun ajaran baru sudah lama berlalu, anak-anak sudah semakin terbiasa sekolah dan nggak rewel minta ditemani lagi. Jadinya para emak pengangguran lebih milih jalan-jalan di mol daripada nongkrong di Sunsmile. Saya jalan-jalan ke mol? Ogah banget deh. Mendingan disuruh jajan mie ayam Pak Wie daripada ngeluyur masuk mol. Nggak kuat biayanya itu....
Sebenarnya saya ada pending kerjaan sih. Tapi males banget mau bergerak. Mo ngumpulin tanda tangan RT, Dukuh, Lurah dan Camat. Mo ngeberesin KK yang kemaren sempat salah bikin di kecamatan. Karena koreksinya tidak saat itu juga, jadinya proses-nya harus diulang lagi, sama kayak bikin KK baru. Kalo KK sudah selesai, mo bikinkan paspor Abang dan Nino. Soalnya ngurus invitation juga harus pake paspor. Biar pas Abang libur panjang Desember besok, kita bisa berlibur nengokin Papanya.
Hoaahhhmmm.... tapi kok malesnya ini gak ketulungan yak? Apa ini tanda-tanda badan mo menggelembung? Kayaknya iya sih. Soalnya rasa lembam malas bergerak ini diiringi dengan nafsu makan yang 'agak' gila-gilaan gitu. Hhhh... pasrah deh.

Males banged...

Saya kok lagi nggak semangat ngapa-ngapain beberapa hari terakhir ini. Things just flow as they are. Mau posting blog, sudah duduk di depan komputer, sudah sampai di halaman Compose Blog Entry,....eh, malah jadi binun. Bingung mau nulis apa gitu....

Nongkrong di Sunsmile sudah nggak asik lagi. Berhubung tahun ajaran baru sudah lama berlalu, anak-anak sudah semakin terbiasa sekolah dan nggak rewel minta ditemani lagi. Jadinya para emak pengangguran lebih milih jalan-jalan di mol daripada nongkrong di Sunsmile. Saya jalan-jalan ke mol? Ogah banget deh. Mendingan disuruh jajan mie ayam Pak Wie daripada ngeluyur masuk mol. Nggak kuat biayanya itu....

Sebenarnya saya ada pending kerjaan sih. Tapi males banget mau bergerak. Mo ngumpulin tanda tangan RT, Dukuh, Lurah dan Camat. Mo ngeberesin KK yang kemaren sempat salah bikin di kecamatan. Karena koreksinya tidak saat itu juga, jadinya proses-nya harus diulang lagi, sama kayak bikin KK baru. Kalo KK sudah selesai, mo bikinkan paspor Abang dan Nino. Soalnya ngurus invitation juga harus pake paspor. Biar pas Abang libur panjang Desember besok, kita bisa berlibur nengokin Papanya.

Hoaahhhmmm.... tapi kok malesnya ini gak ketulungan yak? Apa ini tanda-tanda badan mo menggelembung? Kayaknya iya sih. Soalnya rasa lembam malas bergerak ini diiringi dengan nafsu makan yang 'agak' gila-gilaan gitu. Hhhh... pasrah deh.

Saturday, October 20, 2007

Kisah telur sekilo

Dari pengalaman telur sekilo pecah oleh Nino, saya sekarang lebih berhati-hati meletakkan segala sesuatu di rumah. Terutama fragile things, saya letakkan jauh-jauh dari jangkauan anak-anak.
Konsekuensi dari kehati-hatian itu, tadi pagi saya pusing tujuh keliling. Rencana mau bikin scambled egg untuk sarapan karena masih belum bisa belanja ke warung nor ke pasar. Pas mau siapin telur, saya lupa dimana telur sekilo yang saya beli tepat sebelum hari raya kemaren. Saya ingat, telur itu masih didalam bungkus plastik. Biasanya sih sepulang dari belanja, si embak langsung sigap memindahkan barang2 belanjaan ke tempat yang memang sudah diperuntukkan. Nah, ini berhubung si embak belum balik dari mudik, dan kebetulan saya ini males banget, ya sudah.... Yang terakhir kali saya ingat, telur itu sempat di'temu'kan oleh Nino. Tapi sempat saya amankan sebelum kejadian berlanjut dg hal2 yang mengerikan. Setelah itu, benar-benar blank...
Akhirnya, terpaksa deh beli soto ayam (yang tdk begitu enak) yang lewat di depan rumah. Sambil mikir-mikir, kira-kira dimana telur-telur itu ngumpet yak....

Friday, October 19, 2007

Kisah telur sekilo

Dari pengalaman telur sekilo pecah oleh Nino, saya sekarang lebih berhati-hati meletakkan segala sesuatu di rumah. Terutama fragile things, saya letakkan jauh-jauh dari jangkauan anak-anak.

Konsekuensi dari kehati-hatian itu, tadi pagi saya pusing tujuh keliling. Rencana mau bikin scambled egg untuk sarapan karena masih belum bisa belanja ke warung nor ke pasar. Pas mau siapin telur, saya lupa dimana telur sekilo yang saya beli tepat sebelum hari raya kemaren. Saya ingat, telur itu masih didalam bungkus plastik. Biasanya sih sepulang dari belanja, si embak langsung sigap memindahkan barang2 belanjaan ke tempat yang memang sudah diperuntukkan. Nah, ini berhubung si embak belum balik dari mudik, dan kebetulan saya ini males banget, ya sudah.... Yang terakhir kali saya ingat, telur itu sempat di'temu'kan oleh Nino. Tapi sempat saya amankan sebelum kejadian berlanjut dg hal2 yang mengerikan. Setelah itu, benar-benar blank...

Akhirnya, terpaksa deh beli soto ayam (yang tdk begitu enak) yang lewat di depan rumah. Sambil mikir-mikir, kira-kira dimana telur-telur itu ngumpet yak....

Tuesday, October 16, 2007

What a short temper person I am

Yesterday was really a tough day for me. I was about to explode on someone because of loosing my temper.

It started on the afternoon when a girl friend (a friend of me and hubby) called to tell that she was touring around Jogja. At the moment she shopped at Malioboro and wondered if she could spend the night in our home. I enthusiastically said yes to her. Even I offered to pick her up at Malioboro.

So, I went to Malioboro along with the boys. Daffa was on the front seat and Nino was on his car seat behind the driver's. Traffic was so annoyed, jam was every here and there. It took almost 1.5 hrs to reach Malioboro (normally it takes less than 20 mnts). On one long queue for traffic light before entering Malioboro, Nino started crying out loud.

He didn't stop crying for next 30 mnts, until I parked my car at southward Mutiara Hotel. After sending short message to notify our friend that we've reached Malioboro and waited for her in parking lot, I brought the boys wandering around some souvenirs shops. I found my HP critically lo batt, shut..!! I should charge it before leaving the house.

On next 1,5 hrs we were in and out souvenirs shops just like fools who didn't know what to do. I kinda let my boys messed around whilst checking some pedestrians who might be her. Still no sign of her appearence. I started loosing my patience. The boys hadn't have dinner yet since we were on a rush to pick her up. And I hadn't have shower either.

I sms-ed her for so-and-so-manieth time, to clarify what exactly she wanted me to do. She replied with one simple answer: 'Why don't you just wait at home, no need to worry about me. I'll ask one of my friend to drop me by at your house. I've already grabbed your address'.

What the heck....! It's not her I worried about, it was my boys. I went home with my boiled head. I cursed on anything I met on my way back home. And again, Nino started to cry. This time was even worse than before. He vormitted twice. Daffa was looking at me with questions in his eyes.

I pulled out my car, took Nino from his car seat and calmed him down. He sobbed so badly. He hug me just like he never let me go. Ouw poor my boy... Then I drove the rest of our journey home whilst taking Nino on my laps.

Am I a short temper person, or it is a make-sense reason to be mad about?

Sunday, October 14, 2007

what a Lebaran I had

I went through rush and busy time these last 5 days. Just imagine, with no maid, fevered children, Lebaran days, not-in-good-condition brother, no hubby by my side, so many guests (to be precised is too many)... It's a bit surprising to know myself hasn't broken apart.

This is a cheerful Lebaran though. Unpredictably some of our relatives came to visit us. Bu Mus and Om Timan, Pak Nung's twin daughter and the mommy, Wawan and Indra, Om Toro n the gank, Om Ndut n May, Budhe Tari and the big family, Mas Heru n Mbak Dinda also the kiddos, Budhe Kus, Mbah Cilik, and some relatives that I don't really know who they are (and I bet they don't know me either).

Considering my age, that number of visitor is quite abundant.

In matter of fact, I and the boys planned to visit some relatives of mine from the old time, today. I was thinking of some names: Madamme Demangan, Sendowo D-68, Mb Nusye. But after big shock I got from sudden visit of a big group of those names I mentioned above, I don't think I still have enough energy to do so. Let's just see....

Thursday, October 11, 2007

Warna warni hidup tanpa pembantu

Ternyata kehidupan di Taman Cemara C-20 berasa lebih colorful kalo ndak ada pembantu. So far, sudah ada 1 cangkir dan sekilo telur pecah karena Nino. He he he, ndak kesel sih, cuman keki aja.

Sudah gitu, Daffa jadi lebih mandiri. Jadi pinter lepas baju dan pakai baju sendiri. Kalau waktunya mandi, sudah ngerti nyiapin handuk dan baju ganti untuk dirinya sendiri. Sesudah mandi dan berhanduk, langsung deh konsentrasi penuh untuk pasang baju sendiri. Kadang-kadang masih dibantuin sih, tapi benar-benar suatu kemajuan yang pesat. Sudah gitu, anak ini emang empati-nya cukup besar. Biasanya kalau mamanya kelihatan kerepotan, biasanya dia menawarkan bantuan. Kebanyakan sih memperlambat daripada mempercepat pekerjaan, tapi empati-nya itu loh yang cukup mengharukan.

Tapi yang namanya anak kecil, tetep aja masih punya jiwa jahil. Kalau pas lagi kumat jahilnya, dia kejar adiknya keliling rumah. Adiknya sampai berteriak-teriak ketakutan. Yang saya heran itu, lha mbok ya Nino-nya itu diem aja. Kan kalo yang dikejar diem, kan nggak ada asiknya ngejar2 gitu. Nanti kan abangnya berhenti jugak. Tapi juga namanya anak kecil...

Nino sudah semakin pinter bicara. Lucu banget nada ngomongnya.. Masih bayi banget gitu loh.... Suka ketawa kita kalo dengar Nino mencoba berkata-kata. Hobinya sekarang suka mungutin barang-barang dilantai sambil berkomentar: "Tatuh...tatuh...(jatuh, red.)"

Tuesday, October 9, 2007

Batal Mudik

Akhirnya saya dan anak-anak tidak jadi pulang ke rumah mertua karena adik saya sakit. Agak kecewa juga, soalnya sudah bayangin bakal ngobrol-ngobrol sama saudara-saudara disana. Sambil mamerin anak-anak yang sudah tambah pinter (he he he... biasaa...). Kue-kue yang sudah di pak di dalam stoples-stoples mungil dan dimasukkan kardus, tinggal nunggu diangkut, terpaksa deh dibongkar lagi. Kemaren sempat ngebut nerusin pasang payet untuk baju baru, sekarang di-slow down-kan lagi.

Tapi pembantu sudah terlanjur mudik ke kampung semenjak hari minggu kemaren. Jadi, sudah 3 hari ini kami hidup swalayan. Ternyata biasa-biasa aja tuh hidup tanpa pembantu. Paling ya internet time jadi berkurang banyak. Ini aja saya posting pas anak-anak tidur siang.

Ternyata semuanya bisa dilakukan, asal kita cukup cerdik mengaturnya. Nino yang biasanya bergiliran tidur dg abangnya, sekarang saya barengkan. Jadi, ketika anak2 tidur saya bisa berkegiatan bebas. Pengen shopping? Bawa aja anak-anak. Selama tidak bertepatan dg jam tidur dan jam makan mereka, fine-fine aja kok ajakin mereka jalan. Malah pulang dari jalan2 biasanya mereka sudah kecapekan trus nurut kalau disuruh tidur.

Bangun pagi sesudah berkegiatan wajib, terus kumpulin baju2 kotor di keranjang cucian. Setelah mensortir baju kotor, langsung pegang sapu dan lap pel. Yup, melantai jadi kegiatan rutin semenjak daku ditinggal pembantu. Yang tidak terpegang cuman masalah setrika pakaian. Sebenarnya mungkin bisa aja dilakukan, cuman saya ajah yang males pegang setrikaan (panas sih....). Nyuci baju sebagian pake mesin, sebagian yang lain tetep aja pekerjaan tangan. Microwave oven yang biasanya jarang saya sentuh krn kuwatir rekening listrik melonjak, terpaksa deh diaktifkan. Paling enggak kalo sahur atau angetin susu anak-anak nggak perlu ditongkrongin di depan kompor.

Planning jangka pendek ini mo beli sayuran (terutama wortel) yang buanyakk untuk ditimbun di kulkas. Lebaran buww....,

Hmmmm.... ini pertama kali saya berlebaran di Jogja stlh bertahun-tahun melewatkan lebaran di tempat2 lain. Terakhir saya berlebaran disini, kalau nggak salah, tahun 1990. Waktu itu eyang saya masih ada, jadi adalah wajib bagi kami untuk berkunjung ketika lebaran.

Huokeh deh, saya mau nerusin kegiatan bebas saya. Mo masak dan angkat jemuran di belakang, mendung sudah tebal nih. Lain waktu kalo anak2 tidur saya tulis menulis lagi.

Wednesday, October 3, 2007

Move out from Multiply?

I'm considering to use another blog provider, i.e blogsome. I've seen some nice, sweet-looking but simple blogs using blogsome. And am thinking to create one of mine.

So far, I'm still struggling on customizing my new one. Please just take a look at keluargamuchtar.blogsome.com once you have time to do so. Perhaps any of you have some constructive suggestions to make it more 'life'.

Me and my In-Law

Tinggal hitungan hari, saya dan anak-anak dijemput abang ipar dan ibu mertua untuk berhari-raya di rumah hubby. Rasanya deg-degan menunggu D-day. Bukan apa-apa sih, cuman saya belum pernah tinggal lama disana tanpa hubby. Dulu sekali, saya pernah menitipkan Daffa dan nanny-nya waktu saya harus pergi ke Beijing dan Scotland selama 5-weeks-in-a-row. Ketika menjemput pulang, saya cuman tinggal disana 2 hari sebelum heading balik ke Duri untuk kembali bekerja. Sekarang? Dua minggu, full....!!!

Ada perasaan deg-degan dan takut. Tipikal mother-in-law saya ini agak otoriter. Jadi, biasanya saya didikte apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Selama ini, kalau pikiran saya masih sehat, tidak terlalu capek dan tidak sedang uring-uringan, saya sih nurut aja. As long as bukan sesuatu yang prinsip, saya jalani saja. Toh saya tahu sekali maksud in-law saya baik. Cuman karena kita berbeda generasi dan kultur saja yang kadang2 suka terselip gap inbetween. Masalah timbul kalau saya lagi 'kumat' keras kepalanya. Kadang kalo disuruh melakukan sesuatu yang saya nggak suka, saya suka nyeletuk yang menyakitkan hati. Huhuhu.... ujung2nya sih saya sendiri yang menyesal karena menyakiti hati in-law. Tapi gimana sih, namanya juga bawaan sejak lahir.....

Nah, seperti kasus sekarang ini. Sebenarnya saya niatan mau berangkat ke Sidoarjo hari Rabu atau Kamis gitu. Soalnya Daffa liburnya cuman 2 hari sebelum dan 2 hari sesudah lebaran. Tapi sama in-law dibilang kalau hari Kamis itu sudah lebaran di Sidoarjo sana. Halah.... Sama beliau juga sudah di-set tim penjemput untuk hari Minggu, seminggu sebelum lebaran. Yo wis... Tidak ada sanggahan apapun yang bisa diterima untuk memundurkan hari mudik.

Pertama dengar kayak begitu, terus terang aja saya gondok bener. Sebel banget gitu loh, rencana saya tidak didengar. Maksud saya kan biar Daffa sesedikit mungkin mangkir dari sekolah. Sudah gitu, alasan yang saya dengar itu menurut saya irrasional banget deh. Mosok sih hari Kamis sudah lebaran disana. Emang Sidoarjo itu bukan wilayah NKRI gitu?

Tapi sesudah agak 'merenung' sejenak, saya bisa tersenyum lagi dan hilang sebel. Saya mikir, salah satu dasar pemikiran menjemput saya adalah karena in-law saya nggak tega kalau saya harus menyetir sambil taking-care anak2 selama 9 jam perjalanan. Kalau jelas sudah ditolong dan diperhatikan kayak begitu, alangkah tidak berterima kasihnya saya kalau sampe sebel apalagi gondok. Apalagi, in-law saya itu bukan jenis orang yang suka bepergian jauh, jadi menjemput ke Jogja itu adalah sesuatu yang dilakukan demi saya dan anak-anak.

Tanggapan hubby? Hmmm.... saya beruntung sekali mendapatkan suami yang amat sangat family oriented. Dulu sempat saya berpikir saya bakal dinomor-duakan setelah keluarganya. Tapi ternyata tidak ada nomor satu dan nomor dua. Semua penting dan semua terlibat satu sama lain.

Me and my In-Law

Tinggal hitungan hari, saya dan anak-anak dijemput abang ipar dan ibu mertua untuk berhari-raya di rumah hubby. Rasanya deg-degan menunggu D-day. Bukan apa-apa sih, cuman saya belum pernah tinggal lama disana tanpa hubby. Dulu sekali, saya pernah menitipkan Daffa dan nanny-nya waktu saya harus pergi ke Beijing dan Scotland selama 5-weeks-in-a-row. Ketika menjemput pulang, saya cuman tinggal disana 2 hari sebelum heading balik ke Duri untuk kembali bekerja. Sekarang? Dua minggu, full....!!!

Ada perasaan deg-degan dan takut. Tipikal mother-in-law saya ini agak otoriter. Jadi, biasanya saya didikte apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Selama ini, kalau pikiran saya masih sehat, tidak terlalu capek dan tidak sedang uring-uringan, saya sih nurut aja. As long as bukan sesuatu yang prinsip, saya jalani saja. Toh saya tahu sekali maksud in-law saya baik. Cuman karena kita berbeda generasi dan kultur saja yang kadang2 suka terselip gap inbetween. Masalah timbul kalau saya lagi 'kumat' keras kepalanya. Kadang kalo disuruh melakukan sesuatu yang saya nggak suka, saya suka nyeletuk yang menyakitkan hati. Huhuhu.... ujung2nya sih saya sendiri yang menyesal karena menyakiti hati in-law. Tapi gimana sih, namanya juga bawaan sejak lahir.....

Nah, seperti kasus sekarang ini. Sebenarnya saya niatan mau berangkat ke Sidoarjo hari Rabu atau Kamis gitu. Soalnya Daffa liburnya cuman 2 hari sebelum dan 2 hari sesudah lebaran. Tapi sama in-law dibilang kalau hari Kamis itu sudah lebaran di Sidoarjo sana. Halah.... Sama beliau juga sudah di-set tim penjemput untuk hari Minggu, seminggu sebelum lebaran. Yo wis... Tidak ada sanggahan apapun yang bisa diterima untuk memundurkan hari mudik.

Pertama dengar kayak begitu, terus terang aja saya gondok bener. Sebel banget gitu loh, rencana saya tidak didengar. Maksud saya kan biar Daffa sesedikit mungkin mangkir dari sekolah. Sudah gitu, alasan yang saya dengar itu menurut saya irrasional banget deh. Mosok sih hari Kamis sudah lebaran disana. Emang Sidoarjo itu bukan wilayah NKRI gitu?

Tapi sesudah agak 'merenung' sejenak, saya bisa tersenyum lagi dan hilang sebel. Saya mikir, salah satu dasar pemikiran menjemput saya adalah karena in-law saya nggak tega kalau saya harus menyetir sambil taking-care anak2 selama 9 jam perjalanan. Kalau jelas sudah ditolong dan diperhatikan kayak begitu, alangkah tidak berterima kasihnya saya kalau sampe sebel apalagi gondok. Apalagi, in-law saya itu bukan jenis orang yang suka bepergian jauh, jadi menjemput ke Jogja itu adalah sesuatu yang dilakukan demi saya dan anak-anak.

Tanggapan hubby? Hmmm.... saya beruntung sekali mendapatkan suami yang amat sangat family oriented. Dulu sempat saya berpikir saya bakal dinomor-duakan setelah keluarganya. Tapi ternyata tidak ada nomor satu dan nomor dua. Semua penting dan semua terlibat satu sama lain.

Me and my In-Law

Tinggal hitungan hari, saya dan anak-anak dijemput abang ipar dan ibu mertua untuk berhari-raya di rumah hubby. Rasanya deg-degan menunggu D-day. Bukan apa-apa sih, cuman saya belum pernah tinggal lama disana tanpa hubby. Dulu sekali, saya pernah menitipkan Daffa dan nanny-nya waktu saya harus pergi ke Beijing dan Scotland selama 5-weeks-in-a-row. Ketika menjemput pulang, saya cuman tinggal disana 2 hari sebelum heading balik ke Duri untuk kembali bekerja. Sekarang? Dua minggu, full....!!!

Ada perasaan deg-degan dan takut. Tipikal mother-in-law saya ini agak otoriter. Jadi, biasanya saya didikte apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Selama ini, kalau pikiran saya masih sehat, tidak terlalu capek dan tidak sedang uring-uringan, saya sih nurut aja. As long as bukan sesuatu yang prinsip, saya jalani saja. Toh saya tahu sekali maksud in-law saya baik. Cuman karena kita berbeda generasi dan kultur saja yang kadang2 suka terselip gap inbetween. Masalah timbul kalau saya lagi 'kumat' keras kepalanya. Kadang kalo disuruh melakukan sesuatu yang saya nggak suka, saya suka nyeletuk yang menyakitkan hati. Huhuhu.... ujung2nya sih saya sendiri yang menyesal karena menyakiti hati in-law. Tapi gimana sih, namanya juga bawaan sejak lahir.....

Nah, seperti kasus sekarang ini. Sebenarnya saya niatan mau berangkat ke Sidoarjo hari Rabu atau Kamis gitu. Soalnya Daffa liburnya cuman 2 hari sebelum dan 2 hari sesudah lebaran. Tapi sama in-law dibilang kalau hari Kamis itu sudah lebaran di Sidoarjo sana. Halah.... Sama beliau juga sudah di-set tim penjemput untuk hari Minggu, seminggu sebelum lebaran. Yo wis... Tidak ada sanggahan apapun yang bisa diterima untuk memundurkan hari mudik.

Pertama dengar kayak begitu, terus terang aja saya gondok bener. Sebel banget gitu loh, rencana saya tidak didengar. Maksud saya kan biar Daffa sesedikit mungkin mangkir dari sekolah. Sudah gitu, alasan yang saya dengar itu menurut saya irrasional banget deh. Mosok sih hari Kamis sudah lebaran disana. Emang Sidoarjo itu bukan wilayah NKRI gitu?

Tapi sesudah agak 'merenung' sejenak, saya bisa tersenyum lagi dan hilang sebel. Saya mikir, salah satu dasar pemikiran menjemput saya adalah karena in-law saya nggak tega kalau saya harus menyetir sambil taking-care anak2 selama 9 jam perjalanan. Kalau jelas sudah ditolong dan diperhatikan kayak begitu, alangkah tidak berterima kasihnya saya kalau sampe sebel apalagi gondok. Apalagi, in-law saya itu bukan jenis orang yang suka bepergian jauh, jadi menjemput ke Jogja itu adalah sesuatu yang dilakukan demi saya dan anak-anak.

Tanggapan hubby? Hmmm.... saya beruntung sekali mendapatkan suami yang amat sangat family oriented. Dulu sempat saya berpikir saya bakal dinomor-duakan setelah keluarganya. Tapi ternyata tidak ada nomor satu dan nomor dua. Semua penting dan semua terlibat satu sama lain.

Monday, October 1, 2007

I'm not a supermom, though I wish I could be one...

Mulai Term 2 ini, Daffa mendapat mata pelajaran baru di sekolah: Bahasa Mandarin. Bu gurunya didatangkan dari luar sekolah. Hari pertama kemarin, saya dilaporin sama Miss Detty, kalau Daffa adalah satu dari dua anak di kelasnya yang berhasil mengucapkan one full sentence: My name is Daffa... He he he, anakku !

Ketika saya jemput pulang sekolah, saya ceritakan pada Daffa perihal conversation saya dg Miss Dety. Trus untuk sekedar membuktikan kebenarannya, saya tes Daffa.

'Could you tell me how to say: My name is Daffa in Mandarin?'

'Hmmmm, I don't know, Mama. Forget...'

Karena saya penasaran, saya desak terus si Abang. Ehh... ujung2nya malah nangis.. Halah, ini dia, saya jadi ketawa sendiri. Kayaknya saya ini sudah berubah jadi emak2 yang suka being too proud of her children. Yang kadang sampai bikin anak2nya merasa tidak nyaman.

Ketika Daffa masih kecil dulu, saya masih ingat pernah berbincang2 dg papanya ttg masalah ini. Percakapan itu terinspirasi setelah melihat ada salah seorang kerabat kami yang suka sekali membicarakan ttg anaknya pada orang lain. Bahkan di depan anak tersebut. Yang kami lihat, kadang anak itu marah dan merasa tidak nyaman dan menyuruh mamanya untuk berhenti bicara.

Well, mungkin mamanya masih melihat si anak bukan sebagai 'seseorang' yang sudah punya ego dan pemikiran sendiri. Mungkin mamanya masih melihat dia sebagai 'bayi yang baru kemarin aku lahirkan'. Wajar sekali pikiran itu tidak hilang dari seorang ibu. Wong memang kalau melihat anak2 tumbuh besar sekarang ini, saya masih suka sering takjub: "Daffa ini kan dulu waktu lahir begini...begitu.... Kok sekarang sudah sebesar ini ya?" Serasa nggak percaya gitu, time runs so fast. Kalau sudah begitu, saya benar-benar mensyukuri keputusan saya untuk berhenti bekerja.

Sering kadang saya berpikir, bahwa saya 'kehilangan' masa kecil Daffa. Waktu itu saya masih bekerja dengan jadwal kerja yang cukup ajaib (jadi kuli enjiner, ). Daffa benar-benar yang diasuh hanya oleh pembantu di rumah. Bahkan, kadang-kadang kalau saya harus bepergian ke luar negeri dan hubby (dgn jadwal kerja yang lebih ajaib lagi) juga kebetulan tidak libur, Daffa saya kirim pulang untuk dititipkan pada nenek dan eyangnya. Saking tidak dekatnya saya dengan anak saya pada waktu itu, kalau anak itu sakit, dia lebih memilih untuk digendong pembantu dari pada saya gendong. Sediiihhhh banget....

Ketika saya punya bayi lagi. kami memutuskan saya harus berhenti bekerja. Semenjak itulah saya benar-benar baru menyadari, bahwa ternyata punya bayi itu menyenangkan sekali. Spending time with children, especially our own, gives me wonderful feeling. Baru ketika itulah saya menyadari bahwa saya 'kehilangan' masa kecil Daffa dulu.

Hmmm.... memang, kalau saya tidak pernah berhenti bekerja, saya juga tidak akan menyadari bahwa saya kehilangan. Wong saya juga tidak pernah merasa memiliki kok. Kadang saya berpikir, rugi sekali saya merasakan kesenangan punya anak kecil cuman sekali, padahal anak saya dua. Tapi di lain waktu saya berpikir pula, untung saya memutuskan untuk quit dari pekerjaan, jadi paling enggak saya tidak kehilangan momen berharga yang sudah saya lewatkan sekali.

Well, banyak ibu-ibu bekerja lain yang juga tetap dekat dengan anaknya. Perhaps they are stronger than me. Yang jelas pada waktu itu, saya bukan ibu yang baik karena tdk bisa melapaskan diri dari pekerjaan ketika saya dirumah, dan sekaligus juga bukan pekerja yang baik karena jelas saya tidak bisa berhenti memikirkan anak-anak saya...

Daffa back to school

Hari kemaren, Daffa sudah mulai masuk sekolah lagi. Sekarang sudah masuk Term 2. Seneng banget kayaknya dia masuk sekolah lagi, setelah seminggu tergeletak tak berdaya di rumah. Liburan seminggu kemaren memang dihabiskan hanya untuk mengunjungi rumah sakit, karena dia and his baby brother demam. It was really a thriller week for me. Saya emang kalo anak-anak sakit, selalu yang tidak bisa tidur, tidak bisa beranjak dari sisi mereka, dan ujung2nya pasti terserang sakit perut. Kalo menurut dokter sih, itu tanda-tanda kelebihan asam lambung akibat stress. Habis, gimana mau enggak stress? Dua-dua anak saya demam sampai hampir 40 degC. Sudah gitu, si Nino ini punya riwayat kejang demam (tapi untung, yang demam kali ini ndak pake kejang). Tiap malam, selalu nyimpen termometer, senter, kompres plester di bawah bantal. Mengapa di bawah bantal? Soalnya biar mudah diambil walopun mata masih sayup2 melek he he he. Nino yang biasanya ceria tralala, nggak bisa diem dan anteng, tiba-tiba aja yang kayak handuk basah dijatuhin ke lantai. Bener-bener yang diemmmm aja, ndak mau ngomong, ndak mau makan.... Untung semua sudah terlewati dengan baik.

Trus saya jadi ingat pernah mikir begini: "Hebat juga si Abang ini ya, teman2nya bergiliran nggak masuk sekolah karena sakit (batuk, pilek, demam, and so on...) eh, si Abang ini tetap tegar tidak tergoda dan tertular. Ngerti dia kalo emaknya harus bayar mahal untuk sekolah disini, mangkanya he doesn't want to waste any days of his school day....."

Eh, lha kok ya dia milih hari sakitnya pas libur sekolah Term Break. Bukannya saya hepi dengan pilihannya itu. Tapi kalo boleh milih, ndak usah deh pake acara sakit begitu. Bikin kuwatir aja....