Monday, September 24, 2007

Be commited to a relationship

Kemaren saya chatting sama teman saya, Titi. Sambil menunggu berbuka, kita bergosip ttg salah seorang teman kami waktu jaman masih kuliah dulu. Sebenernya nggak really bergosip sih, wong puasa kok nggosip. Kalo istilah kami tuh, mengambil hikmah dari permasalahan orang .

Jadi ceritanya, ada salah seorang teman kami named Riyana, teman seangkatan di Geofisika UGM dulu. Riyana ini sekarang tinggal di Papua bersama suaminya, sambil bekerja sebagai guru (entah guru entah dosen, pokoknya something related with educating people lah...). Nah, konon kabarnya, rumah tangga Riyana ini sedang diterpa badai karena keberadaan WIL alias Wanita Idaman Lain. Ujung2nya sampai Riyana harus berganti nomer HP karena merasa diteror si WIL ini. Halah....

Nah, menurut Titi, suami Riyana ini yang sebenarnya perlu dipermasalahkan. Kan semenjak beliau memutuskan untuk menikah dg Riyana, seharusnya beliau mengerti arti berkomitmen. Hmm... saya sih manggut-manggut aja. Soalnya, kalo menurut saya sih seharusnya tidak sesimple itu. Bukan sekedar finger pointing, ini salah si anu atau si inu... Kayaknya sih itu kumpulan dari berbagai macam permasalahan, meletupnya menjadi sebuah perselingkuhan...

Nah, yang menarik, Titi sempat melontarkan pertanyaan kepada saya. Adakah ketakutan pada diri saya bahwa suatu ketika hal tersebut akan menimpa keluarga kami.

Hmmm.... mungkin lebih tepatnya bukan ketakutan yang saya rasakan. Lebih kepada kesadaran bahwa kemungkinan itu ada. Toh suami saya juga manusia. Tapi saya percaya bahwa suami saya adalah orang yang trustworthy. He won't do anything behind me. Well, semoga saja pernyataan saya ini bukan suatu ketakaburan. We just believe in simple thing as the key of our relationship: communication. Any failures to build the good one will lead to many possibilities.

Mungkin kami bukan jenis yang selalu mengucapkan I love you pada pasangan kami every single day in our whole relation-life. Wong kadang2 suami saya juga lupa hari ulang tahun saya. Wedding anniversary-pun kadang suka dadakan teringat: 'Eh, iya ya... bulan ini ulang tahun pernikahan kita...' Masa-masa awal hidup bersama dulu, lumayan bermasalah juga buat saya. Serasa nggak diperhatikan, gitu loh. Tapi sekarang kok ya nggak apa-apa, walopun kadang suka terpikir: 'Seneng juga nih kalo tiba2 dapat surprised gift dari suami...' Tapi ya sudah, memang typical suami saya kayak begitu. Toh saya tahu sekali, dengan tidak mengingat kapan hari ulang tahun saya, bukan berarti dia tidak mencintai saya. We do know we love each other. We respect each other.

Kalau suatu ketika suami saya memutuskan ada wanita lain dalam hidupnya, bagi saya, itu berarti he is not the same person I'm fallen into. Mungkin itu saatnya kami harus mereview kebersamaan kami. I wish that day will never come, since I do hope I'll spend the rest of my life with him.

No comments: