Monday, September 10, 2012

Saya memilih untuk menjadi bahagia (sebuah catatan untuk diri sendiri)

first posted on Oct 28, '09 11:52 AM








Beberapa waktu yang lalu, saya mengalami low-point dalam menjalani peran sebagai ibu rumah tangga, sebagai baby sitter bagi anak-anak saya, sebagai simbok yang mengurusi kerapihan Ndalem Kemuchtaran, sebagai konco wingking yang menunggui suami pulang dari bekerja….

Merasa bosan karena saya merasa melakukan hal-hal yang tidak berarti. Sering saya berpikir: kalau hanya ‘sekedar’ pekerjaan remeh temeh seperti yang saya sebutkan diatas, wanita mana sih yang tidak bisa melakukannya?

Tidak dibutuhkan seorang lulusan perguruan tinggi bereputasi bagus untuk bisa menunggu suami pulang kerja. Tidak perlu keahlian seorang engineer untuk bisa menjadi koki dirumah. Tidak perlu score TOEFL tinggi untuk bisa mengajak berbicara 2 anak balita dirumah…dan lain sebagainya…dan lain sebagainya….

Don’t get me wrong ya…. Keputusan saya untuk mendedikasikan hidup sebagai ibu rumah tangga, TIDAK PERNAH dan tidak akan pernah saya sesali.

Hanya saja saya sering kebingungan melihat hari tiba2 sudah menjadi malam tanpa saya merasa telah melakukan hal2 yang produktif. Bahkan membaca buku sekedar beberapa halamanpun sering kali terlewat. Bagaimana tidak, dengan mengantar anak-anak tidurpun tidak jarang membuat saya ikut jatuh tertidur. Sampai pagi. Sampai saatnya saya harus melakukan rutinitas yang sama seperti hari kemarin. Dan hari kemarinnya. Dan hari kemarin kemarinnya lagi…..

Kadang terlintas dalam pikiran untuk berhenti sesaat dari segala rutinitas. Mengambil cuti atau hari libur, bepergian ke tempat yang ingin saya kunjungi. Melakukan hal2 yang tidak bisa dilakukan ketika harus momong 2 balita.

Suami saya begitu supportif, dengan segala keterbatasan waktunya dalam ikut mengasuh anak2 kami. Mendukung keinginan saya untuk sesekali ‘mengambil libur’ dari segala rutinitas harian rumah tangga kami. Bahkan tidak jarang, sepulang kerja langsung membawa anak2 keluar untuk main bola atau sekedar jalan2 sekeliling kompleks, membiarkan saya menikmati waktu luang yang mungkin ‘hanya’ tersedia beberapa menit… Bahkan pernah mengusulkan saya untuk travelling sendirian ketika jadwal liburnya tiba….

Usul yang menggoda. Saya suka sekali bepergian. Bagi saya, bepergian seorang diri bukanlah suatu masalah. Bahkan saya cenderung lebih memilih bepergian seorang diri daripada harus melakukannya bersama orang lain yang tidak ‘sealiran’ dengan saya.

Hanya saja,

Saya tidak akan bisa melakukannya. Pikiran saya sudah tersetel untuk selalu bersambungan dengan anak2 saya. Berada jauh dari mereka beberapa jam pun sudah membuat saya dipenuhi banyak pikiran ttg mereka : apakah mereka baik-baik saja... Apakah mereka tidak sedang nakal… Apakah mereka tidak sedang diganggu teman2nya…. Apakah mereka memakan sesuatu yang bisa membuat mereka sakit… Apakah mereka sudah cukup berhati2 ketika sedang bermain kejar2an …. Dan masih banyak ‘apakah’ lain yang bagi banyak orang mungkin sedikit ‘parno’ yang tidak penting…


Jadi,

Apakah kemudian hidup saya berubah menjadi sesuatu yang menyedihkan?

Beruntunglah saya, ketika menanyakan hal itu kepada diri sendiri, saya masih bisa menjawab, tidak. Not even close…!

Bahkan semakin saya memikirkan pertanyaan tersebut, saya semakin malu pada diri sendiri. Malu karena saya kehilangan kemampuan untuk melihat sisi baik dari kehidupan saya sendiri. Malu karena saya melupakan betapa beruntungnya saya mempunyai kehidupan seperti yang saya punya sekarang. Tidak semua orang bisa memilih menjadi apapun yang mereka inginkan, dan saya punya kesempatan itu. Yang harus saya lakukan sekarang adalah menjalani dengan sebaik-baiknya.

Selalu melihat apa yang dimiliki orang lain terkadang membuat kita lupa untuk bersyukur atas apa yang telah kita miliki.

Saya mulai belajar (lagi) melihat segala sesuatunya dari dua sisi. Hal2 yang semula memberatkan saya, yang membuat saya berpikir tidak bahagia dan terbeban, Alhamdulillah mulai berubah….

Alangkah meruginya saya apabila kehilangan waktu yang berharga bersama anak-anak… Waktu tidak akan berputar balik, sebulan saja saya kehilangan waktu bersama anak2, saya tidak akan bisa memutar waktu untuk mengganti kehilangan kebersamaan kami.

Memasak yang sebenarnya selalu menjadi ‘keinginan tersembunyi’ , akhirnya punya jatah waktu dalam daftar kegiatan saya. Suami dan anak2 selalu menjadi sukarelawan yang baik dalam mencicip hasil masakan saya yang lebih banyak gagalnya daripada berhasilnya…. (untung selalu ada restoran di dekat kami tinggal…he he he). Ditambah lagi, dengan kesadaran saya yang agak terlalu berlebihan akan ‘gizi baik dan kebersihan makanan’ membawa dampak baik bagi kesehatan kami sekeluarga.

Saya lebih dari sekedar konco wingking untuk suami. Karena kebetulan kami pernah bekerja dalam bidang yang sama, banyak topik percakapan bisa sambung menyambung tanpa harus disertai penjelasan yang bertele-tele. Dimana lagi saya punya teman yang bisa ‘klik’ dalam banyak hal kecuali di rumah saya sendiri?

Jadi, temans…

Berpikir positiflah dalam banyak hal….. jangan lupa bersyukur dan selalu bersyukur atas apa yang telah kita miliki…. Hilangkan segala prasangka buruk bahkan terhadap keadaan….

Menjadi bahagia atau tidak bahagia adalah pilihan kita sendiri….. Dan saya telah memilih untuk menjadi bahagia....

No comments: