Tuesday, April 13, 2010

Di ujung pagi bersama Pak Pulisi....

"Maaf, ada apa ya Pak?" demikian pertanyaan pertama yang dilontarkan suami saya kepada Bapak Aparat kepolisian ketika mobil kami dipersilakan untuk berhenti di bahu jalan, sedikit di luar kota Jombang.

"Saudara tahu tidak, kalau garis marka yang lurus dan tidak terputus yang membatasi jalanan dg bahu jalan itu berarti Saudara tidak boleh berpindah jalur" Pak Aparat menjawab dengan nada tegas, lugas dan jelas...

Suami saya manggut-manggut sembari menahan nyengir keki. Beberapa ratus meter dari tempat mangkal Bapak2 Aparat ini, kami memang mendahului barisan beberapa trailer yang berjalan sekitar 40 km/jam dari sisi sebelah kiri. Salah? Lha ya sudah jelas iya....
Walaupun dalam hati kami agak sedikit mencari pembenaran dari tindakan kami: 'Masa sih, harus merayap 40 km/jam sampai beberapa kilometer berikutnya untuk bisa mendahului... Toh di sisi sebelah kiri kosong melompong gitu loh.....'

Dan karena menyadari memang kami melakukan kesalahan, suami saya terima2 saja diwejang oleh Bapak2 Aparat tadi.
Dan seperti sudah diduga, diujung wejangan singkat tsb, seorang Bapak Aparat yang mungkin bertugas sebagai sekertaris rombongan mengeluarkan segepok slip tanda tilang yang berwarna putih dengan tembusan kuning dan merah jambu.

"Jadi, Saudara mau menitip berapa untuk biaya sidang pelanggaran ini?" seorang Bapak Aparat berkumis tebal langsung bertanya to the point, tanpa tedeng aling-aling, tanpa merasa sungkan...
Kebetulan, terlihat beberapa supir kendaraan (4-5 orang) yang ikut terjaring hampir bersamaan kami mengeluarkan dompet dan masing2 'menyetor' Rp. 50.000 kepada Bapak Aparat bendahara rombongan....

Ke(tidak)betulan, semenjak berangkat dari rumah kami tidak menemukan lokasi ATM dipinggir jalan yg kami lalui. Sementara uang di dompet, kalau dikumpul2kan (beserta beberapa lembar ribuan untuk cadangan ongkos parkir) paling banter hanya Rp. 70 000.
Nah, kalau kami sedekahkan 50rb utk bapak-bapak aparat berkumis itu, bagaimana pula kami harus memberi makan 4 perut dg uang 20rb?

"Kebetulan saya tidak membawa banyak uang, Pak. Sementara saya juga tidak bisa tinggal lama di kota ini untuk ikut sidang. Saya minta slip biru saja supaya bisa membayar denda di BRI.." jawab suami saya.

Kok ya pas banget, beberapa hari ini kami sering mendiskusikan ttg slip biru yang memudahkan para 'tertilang' dan mengurangi kesempatan para polisi nakal untuk memancing di air keruh....

Eh, lha kok nggak disangka... Bapak Aparat yang menyuruh suami saya minggir tadi malah marah... Seorang aparat yang lain ikutan pula nimbrung memojokkan suami saya, menegaskan bahwa dia saksi dari pelanggaran ini. Kalo suami saya gak terima ditilang, boleh melaporkan nama dia ke kantor, sambil menuding2 name-tag di dadanya...

"Nih, catat nama saya ! Laporkan ke kantor polisi sana kalau Saudara gak terima ! Saya gak takut !"

Loh...loh....

Piye toh, Pak Pulisi....
Lha wong suami saya sudah jelas mengaku bersalah karena melanggar marka... sudah mau menerima ditilang.... cuman memang minta slip biru supaya gampang bagi kami....

Lah, dasar suami saya juga....
Gak terima dia dibentak2 sambil ditarik2 lengannya kesana kemari kayak bgitu... Ikut ngotot juga dia.....

Saya di mobil bersama anak-anak cuman bisa kuwatir sambil harap2 cemas... "Mbok ya sudah toh, Pakne..." kata saya dalam hati saya sambil tetap mengawasi diskusi yang kelihatannya sudah dikuasai emosi....

Untung ketua rombongan Pak Bos Aparat Kepulisian yang selama itu hanya duduk manis di tempat teduhan turun tangan dan melerai...

"Mas, kalau di sini kami tidak menyediakan slip biru.... Pembayaran disini masih belum online kayak di kota Mas sana.... Ini kan kota kecil, Mas... Sudah, Mas boleh pergi lagi. Ini SIM dan STNKnya..."

Loh, kok nyuruh perginya gampang banget gitu.... Gak sinkron sama pertunjukan marah2 sebelumnya?

Ohalah, setelah diamati, kami baru maklum.... Kalau mereka berhenti terlalu lama pada satu kasus yang gak jelas bisa menghasilkan duit atau tidak, momen yang ada (para mobil yang melanggar marka, red.) bakal banyak yang terlewat.... yang berarti terlewat juga 50rb x __ mobil, yang (bisa) berarti gak bisa ajak anak istri shopping akhir minggu besok....

Dan tetes pertama hujan yang menemani perjalanan panjang kami hari itupun turun.
Bergegas kami meninggalkan Bapak-Bapak Aparat Kepolisian penuh dedikasi yang tetap bertugas ditengah rintik hujan demi ketertiban dan kenyamanan para pemakai jalan....

Sekelumit wajah polisi bangsaku.....

2 comments:

Agung Listyatama said...

wah kok ngono yo?..
Aku pernah salah jalur ning Solo .. veboden tak langgar. terus di stop ama polisi, dan ditanyain. karena memang gak tahu verboden ya saya tanya aja 'opo iki sing salah?' terus dijelasin dan cuman langsung disuruh balik saja .. he..he.. :))
mungkin segen juga weruh blegerku yo? .. he..he.. ato memang polisinya baek

Caroline Atmadja said...

hehehe jadi kesimpulan positifnya begitu ya, bukan Pak Bosnya yang berhati baik, berbudi luhur :-)