Sore ini saya menyempatkan diri mengunjungi dokter spesialis penyakit dalam sub specialis paru-paru. Saya membawa foto rontgen hasil berpose waktu medical check di klinik di Jakarta beberapa minggu yang lalu.
Begini kata pak dokter yang saya kunjungi:
"Flek yang ditunjukkan di foto ini bukan penyakit, Bu. Ibaratnya cacar air yang muncul di bagian muka, ada sedikit bopeng dan tidak bisa hilang. Nah, beginilah kenampakan pada foto rontgennya..."
"Jadi, Pak Dokter... Bisa dilakukan tindakan apapun untuk membuatnya bersih lagi nggak ya?"
"Sejauh pengalaman saya, tidak bisa"
Sepulang saya dari rumah sakit, saya benar2 terbengong2 sepanjang jalan (untung nyetirnya tidak kacau karena melamun). Antara jengkel, marah, sedih, setitik senang, dan campur aduk jadi satu dalam hati saya.
Senang, of course, karena ternyata sebetulnya saya sehat wal afiat. Sementara perasaan marah, jengkel dan sedih, tetap tidak bisa hilang. Rasanya ingin menimpakan kesalahan pada dokter dan klinik di Jakarta tempat kami med-check kemarin. Hanya karena inkompetensi dokter dari klinik tempat kami med-check, keluarga kami jadi tidak bisa berkumpul.
Akhirnya yang bisa saya lakukan, saya minta surat pengantar dari dokter yang memeriksa saya tadi untuk periksa phlegm di laboratorium. Setidaknya, saya akan punya bukti tertulis hitam diatas putih ttg kondisi saya. Masalahnya, dengan kondisi sehat walafiat begini, bagaimana saya menghasilkan phlegm untuk diperiksa di lab? Hhhh.... bingung !!
Pelajaran yang saya ambil dari kejadian diatas : menggantungkan nasib pada interpretasi seseorang (walaupun yang sudah dinyatakan ahli dengan diterbitkannya sertifikat dokter) ternyata tidak terlalu bijaksana. Jadi berandai-andai: seandainya waktu itu kami sigap mencari second opinion...
No comments:
Post a Comment