Saya lagi sediiihhhh banget.
Tadi pagi saya menerima weekly report daffa untuk yang kesekian kali. Something written on the report makes me feel so awful. Begini nih bunyi beberapa bagian dari report tsb:
Pre-writing / Writing --> It seemed that he wanted to trace the lines perfectly so he did it very slowly
Creativity & Aestethics --> As in pre-writing, it looked like he wanted to colour the picture perfectly, so he did it very slow and sometimes it made him tired before he finished couring.
Trus di bagian General Comment --> Daffa is too careful at colouring, pre-writing, even at doing the creative activities. He is afraid to do mistakes.
Oh my... What have I done to him? Saya jadi merasa, there must be something wrong I've done in treating him. Betapa menakutkannya bagi saya ketika membaca bagian terakhir: He is afraid to do mistakes.
Beberapa bulan terakhir ini, saya perhatikan, Daffa memang kadang punya kekhawatiran berlebihan ttg banyak hal. Saya tadinya berpikir itu sesuatu yang normal. Perlahan saya mencoba membelokkan kekhawatirannya pada sesuatu yang lain. Pada hal-hal penting yang menurut saya lebih layak untuk dikhawatirkan.
Pernah suatu ketika, kami pergi berdua ke toko depan kompleks untuk membeli telur. Kebetulan ketika itu ada seorang ibu2 kompleks yang juga berbelanja di toko itu, sehingga saya tidak begitu memperhatikan Daffa. Ketika sdg asyik ngobrol, tiba2 gubraakkk..!!! ternyata sepeda motor yang saya parkir di depan toko roboh karena dinaiki Daffa.
Daffa tidak langsung menangis, tapi dia bertanya kepada saya dengan nada bersalah:
'Ma, sepedanya rusak nggak, Ma? Ma, sepeda kita bisa dipakai lagi nggak, Ma?'
Setelah saya berdirikan sepeda motor lagi, saya peluk dia. Saya tanya apakah ada yang terluka, apakah dia baik-baik saja. Baru setelah itu dia menangis sambil badannya agak gemetar dan mengeluh lututnya terluka.
Saya bilang: 'Mama tidak khawatir sepeda motor kita rusak. Mama lebih khawatir kalau abang terluka.' Tentu saja sesudah itu saya tegur dia untuk tidak melakukan hal tersebut next time.
It was just an example. Masih banyak hal2 yang lain. Seakan-akan dia takut saya marah, atau papanya marah karena dia melakukan suatu kesalahan. Kadang2, kalau dia tahu dia melakukan suatu kesalahan, dia akan bilang sambil terlihat menyesal: "Kenapa abang melakukannya ya, Ma?"
Duh, saya sebagai emaknya merasa saya mengukir sesuatu yang salah pada sebuah jiwa yang masih polos. Saya takut, anak saya jadi seseorang yang ragu dalam melakukan banyak hal karena takut berbuat salah. Saya takut anak saya menjadi seorang paranoid. Saya takut anak saya menjadi tidak teguh dalam pendirian karena khawatir membuat orang lain marah.
Mungkin bagi banyak orang, ketakutan dan kekhawatiran saya terlalu berlebihan. Tapi saya tidak bisa melepaskan frame saya sebagai seorang ibu. I'm the person who have biggest interference to my children. Apapun yang saya lakukan dalam memperlakukan anak2 akan berefek permanent dalam membentuk mereka menjadi sebuah pribadi.
No comments:
Post a Comment