Sudah hampir seminggu ini Jogja bergerimis-dingin-lembab-menyebalkan. Menyebalkan buat saya, karena cucian baju tak kunjung kering, sementara yang basah terus bertambah. Dan saya adalah pecinta sinar matahari. Yang berpendapat bahwa sinar matahari baik untuk segala aspek ke-makhlukhidup-an, termasuk juga aspek pengeringan cucian. Jadi saya ini jenis manusia yang tidak mempan dengan segala iklan tentang mesin pengering cucian dkk. Pokoknya, bagi saya, baju harus terkena sinar matahari... (he he he, jadi ingat kata2 almarhum bapak saya: Ohalah, Nduk... Kalo sudah keluar kata-kata 'pokoknya', wis koyo debat sama kusir alias debat kusir....). Beruntung saya tinggal di Indonesia yang kaya sinar matahari (kecuali seminggu belakangan ini, yang berasa matahari sedang pelit sinar) dan beriklim ramah (sekali lagi, seminggu belakangan adalah perkecualian...).
Hari Selasa kemarin termasuk salah satu hari yang lumayan basah-lembab-dingin-menyebalkan. Kesebalan saya sedang pada level moderate-agak tinggi. Pasalnya, hari itu saya mau ikut pre-wedding photographic session sepupu saya. Heiss, bukan saya yang difoto yak. Saya cuman mau ikut nimbrung jeprat-jepret, sekaligus meguru pada yang sudah mumpuni. Magang lah, ceritanya. Tapi kok ya semenjak pagi cuaca tidak mau berkompromi. Sebetulnya kalau cuma kehujanan badan, bagi saya tidak apa2. Mengingat jaman muda dulu, waktu masih sering naik-turun gunung, saya termasuk jenis yang water-proof. Gak bakal masuk angin kalo cuman tertimpa air hujan. Cuman masalahnya, kamera yang akan saya bawa ini adalah kamera yang masih disayang-sayang sama hubby. Ya walaupun bukan kamera yang top-branded kayak punya orang2 yang sudah canggih foto-memfoto bgitu, tapi bagi kami, kaum amatir yang sedang akan mencoba berhobi fotografi, sudah masuk kategori lumayan lah...
Jadi, selewat mengantar anak-anak ke sekolah, saya langsung menuju lokasi pemotretan yang pertama. Kebetulan masih ada di dalam kota: Tamansari. Masih dibawah siraman hujan rintik2 berfrekuensi tinggi saya tidak berani menjalankan mobil dengan kecepatan lebih dari 40 kmpj. Dan begitu pulalah pemakai jalan yang lain. Alhasil, semua kendaraan berjalan nggremet di jalanan yang jadi berasa penuh sesak. Kalau tidak mengingat hasrat yang menggebu untuk ikut meguru tadi, rasanya sudah mau balik kanan sajalah. Pulang ke rumah dan meneruskan membaca ulang trilogi Lusi Lindri-nya Romo Mangun.
Akhirnya, alon-alon waton kelakon, saya sampai di alun-alun utara di kompleks keraton. Tidak biasanya, dihari kerja dan bukan musim liburan ini, area tersebut ramai penuh orang. Iseng-iseng saya melambatkan kendaraan dan melirik-lirik pengen tahu. Ternyata sedang ada kirab prajurit keraton yang berpakain lucu-lucu dan beraneka warna, lengkap dengan senjata mereka. Tergodalah saya untuk berhenti sebentar, sekedar untuk memuaskan mata dan rasa ingin tahu. Biarlah orang-orang di lokasi pemotretan Tamansari, memulai aktifitasnya tanpa saya. Toh saya hanya sekedar orang magang yang tidak akan banyak membantu, bahkan mungkin malah akan merecoki.
Tetapi rupanya hanya sekedar berhenti di pinggir jalan di area alun-alun bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Dalam kondisi hujan agak-sedikit-lebat, kerumunan orang2 yang juga berniat menonton kirab, ditambah lagi antrian kendaraan yang mau lewat, dan Polantas galak yang tidak terlihat senang karena harus bertugas dibawah guyuran hujan, urunglah niat saya untuk memarkir kendaraan di pinggir jalan. Perjalanan berlanjut ke Tamansari.
Sampai di Tamansari, ternyata sesi pemotretan belum dimulai juga. Bunga yang untuk dipegang oleh calon pengantin tertinggal di rumah, di Bantul !! Dan ini Bantul di pinggir pantai sana yak, bukan sekedar Bantul perbatasan dengan Kodya.
Akhirnya, demi sopan santun saya tinggal disitu untuk mengobrol dengan sepupu2 saya, sambil menunggu si bunga datang. Dan tidak berasa, jam di HP saya sudah menunjukkan pukul 10:27, dan saya sudah harus menjemput Nino jam 10:30 !! Jadi, pulanglah lagi saya melintasi rute yang sama, yang masih bergerimis, masih nggremet, masih padat oleh kendaraan, melintasi batas kota untuk menjemput Nino dari sekolahnya.
Tanpa hasil deh saya pagi itu menggotong2 tripod dan kamera beserta uba-rampenya. Yah, mungkin memang bukan peruntungan saya di hari Selasa pagi itu.
No comments:
Post a Comment