Sudah 3 hari ini, Jogja mendapat kunjungan hujan setiap hari. Lumayan terlambat sih dibandingkan beberapa daerah lain yang sudah mulai diguyur hujan semenjak sebulan yang lalu. Tapi bagi saya, tibanya musim hujan di Jogja ini pas banget timing-nya. Setelah didera udara panas dan gerah selama beberapa minggu, rasanya guyuran hujan benar-benar sesuatu yang menyejukkan. Sudah begitu, karena ini baru awal musim penghujan, durasi hujanpun pas banget. Tidak terlalu lama dan tidak terlalu sebentar.
Dan seperti biasa pula, kedatangan perubahan musim ini selalu berasosiasi dg panen penyakit. Selesma dan flu. Jadi, di rumah saya biasanya pagi-pagi ada parade bersin. He he he, sesuatu yang lucu selama kita bukan peserta parade.
Pemimpin parade biasanya adalah Abang, secara dia ini gak tahan dingin dan alergi segala macam hal. Nah, kalo abangnya sudah mulai bersin-bersin, biasanya Nino suka ikut2an pura-pura bersin. Bukan bersin beneran sih, cuman mengekor bilang hattccuuu...
Tapi musim hujan kali ini, bersin2 Abang ternyata bukan sekedar flu atau selesma. Batuk-batuknya disertai juga dengan sesak nafas dan kenaikan suhu badan. Sudah begitu, matanya kelihatan sayu banget, kayak ngantuk terus gitu.
Saya yang hari itu sudah menyusun jadwal berkegiatan, jadi harus reschedule deh. Awalnya saya mau bawa Nino ke JIH untuk check up. Trus siangnya bawa Abang ke Panti Rapih. Tapi berhubung si Abang sudah kelihatan loyo sekali, ya sudah, saya bawa dia ke JIH yang dekat rumah. Setelah menunggu cukup lama dan disertai keluh kesah Abang, akhirnya kami masuk juga ke ruang periksa dokter. Setelah Dokter melakukan aksi pegang sana pegang sini, nunul sana nunul sini, akhirnya Abang diharuskan untuk nebulizer. Deg-degan juga saya, berhubung ini pengalaman pertama bagi kami.
Masuk ke ruang tindakan, Abang sempet menangis ketakutan karena melihat suster sedang in-action dengan jarum suntik. Padahal jarum suntik itu hanya untuk memasukan obat ke tabung nebulizer. Sesudah bujuk dan rayu segala macam rupa, akhirnya si Abang mau juga dipasangin masker. Ketika proses nebulize sdg on-going, si Abang ini tiba-tiba tidak bereaksi apa-apa. Wuaahhh.... saya sempet yang agak panik, takut kenapa-kenapa. Dalam pikiran saya, anak ini pingsan atau nggak kuat kepanasan uap gitu. Saya mau cari suster tapi terhalang oleh si Abang yang duduk di pangkuan saya. Akhirnya saya cuman pegang punggungnya dan rasakan detak jantungnya. Agak sedikit lega ketika berasa detak jantung yang kuat dan berirama normal. Ketika dokter masuk ke ruang tindakan untuk mengecek proses nebulizer, beliau langsung komentar: "Lho, kok tertidur..?"
Kesimpulan dokter hari itu, ada kemungkinan Daffa mengidap asma. Walaupun gejalanya agak sedikit menyimpang. Saya cerita juga pada dokter, kalau Daffa pernah mengalami kejadian yang sama persis, pada November 2005. Waktu itu awalnya batuk biasa, lalu saya beri obat yang saya beli di apotek. Ternyata bukannya sembuh tapi malah semakin parah dengan disertai sesak nafas dan panas tinggi. Well, asma di keluarga kami bukan berita baru bagi saya. Dari garis keluarga saya, asma kayaknya sudah inherited turun temurun.
Jadi, kami pulang dari JIH dg disertai pesan2 dari dokter. Kalau obatnya nggak bisa terminum (Abang ini susye banget minum obat), segera kembali ke rumah sakit lagi. Kalau sesak nafas menghebat lagi, segera bawa ke UGD. Di rumah harus istirahat, tidak boleh melompat-lompat, berlari-lari ataupun melakukan kegiatan fisik yang melelahkan.
Alhamdulillah, obat terminum. Setelah minum obat, nafas terlihat semakin lega. Tapi dasar anak-anak, susah sekali disuruh duduk diam. Begitu sudah berasa agak sedikit 'segar' mulai deh ritual kejar-kejaran dengan Nino di dalam rumah. Sampai melambai-lambai deh ini bibir mengingatkan. Habis gimana sih, namanya juga anak-anak...
Malam harinya, mulai lagi deh sesak nafas. Sudah niatan nih saya bawa ke UGD. Soalnya khawatir kalo malamnya tambah parah. Tapi saya pikir lagi, itu mungkin karena dia kurang istirahat. Jadi, sekarang dengan pasang tampang syerem, saya suruh Daffa tinggal di kamarnya. Tidak boleh bangun. Makan juga di tempat tidur. Sesudah makan, saya bawa ke belakang untuk minum obat. Saya tunggu 1 jam setelah minum obat, kalau belum membaik juga rencana mau saya bawa ke UGD. Hubby nih lewat telpun sudah mendesak aja untuk dibawa ke UGD. Daripada daripada...
Satu jam kemudian, sesak nafasnya mereda. Karena pengaruh obat, dan mungkin juga karena pengaruh mengurangi kegiatan fisik. Ya sudah, urung saya bawa ke UGD. Akhirnya saya suruh tidur awal.
Pagi ini, sesak nafasnya sudah hilang. Tapi masih tertinggal batuk-batuk.
No comments:
Post a Comment